
Insiden kembali muncul dari lingkar dalam Istana Kepresidenan. Undangan pelantikan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) dan Panglima TNI pada Rabu (8/7/2015) dari Sekretariat Negara salah ketik. BIN yang seharusnya Badan Intelejen Negara tertulis Badan Intelijen Nasional. Lingkar dalam kian mencoreng wibawa Istana.
Urusan kepanjangan akronim dari BIN sejatinya perkara sepele. Namun, menjadi tidak wajar bila kesalahan itu muncul dari institusi negara yang merupakan pusat otoritatif adminitrasi kenegaraan. Itu yang terjadi menjelang pelantikan Kepala BIN dan Panglima TNI.
Sejak Selasa (7/7/2015) malam hingga Rabu (8/7/2015) pagi pengguna media sosial (medsos) membincangkan kesalahan tulis yang tertera dalam undangan yang dikirim resmi pihak Sekretariat Negara (Setneg) itu kepada sejumlah pejabat negara.
Undangan resmi berkop lambang Garuda Pancasila itu memang resmi diterbitkan pihak Sekretariat negara (Setneg). Salah satu yang menguatkan surat itu resmi diluncurkan oleh pihak Setneg, undangan tersebut dibubuhi stempel basah.
Dalam isi undangan tersebut secara gamblang tertulis "Mengharap dengan hormat kehadiran Bapak/Ibu/Saudara pada acara PELANTIKAN KEPALA BADAN INTELIJEN NASIONAL DAN PANLIMA TENTARA NASIONAL INDONESIA oleh PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA".

Memang mulanya tak ada yang aneh dengan isi undangan tersebut. Namun bila kembali membacanya secara teliti kesalahan tampak terang di kepanjangan dari akronim BIN yang tertulis Badan Intelejen Nasional. Padahal, sejak lembaga negara ini berdiri, akronim BIN belum berubah yakni Badan Intelejen Negara.
Sadar undangan itu salah fatal terkait dengan kepanjangan akronim BIN, pihak Sekretariat Negara mencetak ulang undangan dan mengirim ulang ke sejumlah pihak. Deputi Bidang Protokol, Pers dan Media Sekretariat Presiden Djarot Sri Sulityo mengakui kesalahan dari instansinya terkkait undanga pelantikan Kepala BIN dan Panglima TNI.
"Kementerian Sekretariat Negara setelah menyadari adanya kesalahan teknis penulisan pada undangan pelantikan Kepala BIN dan Pangliam TNI, secepatnya telah menarik dan menggantinya dengan penulisan yang benar," kata Djarot melalui siaran pers di Jakarta, Rabu (8/7/2015).
Kementerian yang dipimpin Pratikno itu meminta maaf atas kesalahan teknis tersebut dan berjanji berupaya semaksimal mungkin untuk melakukan perbaikan peningkatan kualitas layanan administrasi di lingkungan lembaga kepresidenan.
Tak lama dari surat pernyataan permintaan maaf dari pihak Setneg, penulisan undangan dengan kepanjangan akronomin BIN yang benar juga beredar di publik. Tidak jauh berbeda dari undangan versi sebelumnya, undangan yang terbaru mengoreksi kesalahan teknis penulisan Badan Intelijen Nasional menjadi Badan Intelijen Negara.
Peristiwa ini tentu mengingatkan kinerja yang tak kalah buruk di lingkar dalam Istana. Sebut saja saat pidato peringatan Hari Pancasila pada 1 Juni 2015 lau di Kota Blitar. Presiden Joko Widodo dalam sambutannya menyebut Proklamator Bung Karno merupakan kelahiran di Kota Blitar. Padahal, dalam berbagai literatur buku sejarah, Bung Karno justru dilahirkan di Kota Surabaya.
Sontak saja, pidato Presiden itu memicu polemik di tengah publik. Kecaman serta sindiran muncul dari publik atas pidato Presiden yang jelas salah total tersebut. Belakangan, Tim Komunikasi Kantor Staf Presiden Sukardi Rinakit mengakui kesalahannya karena dirinya yang menyusun pidato presiden tersebut.
Salah ketik di lingkar dalam Istana Presiden Jokowi ini semestinya menjadi perhatian serius Presiden dan para pembantunya di lingkaran Presiden. Karena dampak dari kesalahan ini tentu tidak sederhana. Wibawa lembaga presiden taruhannya.
Apalagi bila salah ketik atau salah teken berimplikasi pada persoalan publik, tentu fatal akibatnya. Hal ini pun sudah terjadi dalam penekenan Peraturan Presiden No 39 Tahun 2015 tentang tambahan down payment (DP) mobil untuk pejabat negara serta PP No 46 Tahun 2015 tentang Jaminan Hari Tua (JHT). [*inl]
JOIN