Pemerintah Indonesia bersikeras pembebasan 10 WNI dari tangan Abu Sayyaf tidak melibatkan pemberian tebusan, kendati laporan berbeda disampaikan media Filipina. Sementara pihak perusahaan pelayaran para ABK menolak berkomentar.
Beberapa media Filipina, salah satunya Inquirer, menyebutkan bahwa pihak perusahaan tempat 10 anak buah kapal tersebut bekerja, Patria Maritime Lines, mengucurkan uang 50 ribu peso atau setara Rp15 miliar untuk membebaskan karyawannya.
Ketika diminta konfirmasi mengenai hal tersebut, Komisaris Patria Maritime Line, Loudy Irwanto Ellias, pun enggan untuk berkomentar.
"Saya tidak bisa komentar mengenai itu [pembayaran tebusan] mohon dimengerti. Kita masih ada PR lagi soalnya," ujar Loudy kepada awak media sesaat setelah prosesi serah terima 10 ABK dari Kementerian Luar Negeri kepada pihak keluarga di Jakarta, Senin (2/5).
Loudy lantas menjelaskan bahwa PR (pekerjaan rumah) itu adalah proses pembebasan empat WNI yang hingga kini belum dibebaskan.
"Meskipun keempatnya bukan orang kami, tapi kalau dilihat dari sisi kemanusiaan kan seharusnya tidak melihat dari perusahaan mana. Itu adalah tugas dari Kementerian Luar Negeri," ucapnya.
Loudy juga mengatakan bahwa perusahaannya memutuskan untuk ikut serta dalam proses pembebasan 10 WNI itu atas dasar kemanusiaan.
"Jadi, tiap kali kita kontak, itu pasti kita bertanya bagaimana keselamatan orang kami. Jadi orang kami diperlakukan dengan baik. Wah, setiap hari bisa sekali atau dua kali [berhubungan dengan Abu Sayyaf]," katanya.
Kini, setelah berhasil dibebaskan, Loudy menjamin bahwa 10 WNI itu masih disambut baik untuk bekerja di perusahaannya. Selain itu, perusahaannya juga akan memberikan kompensasi atas nama kemanusiaan.
"Hak-hak seperti karyawan biasa akan kami berikan dan juga ada seperti kompensasi yang akan kami berikan. Seperti kompensasi kemanusiaan, karena mereka terang sudah mengalami hal yang sangat sulit dalam hidupnya, dan itu sangat sulit bagi mereka," kata dia.
JOIN