Ribuan umat Islam berbondong-bondong mengunjungi ibu kota wilayah Serbia di Bosnia pada Sabtu (7/5) untuk menghadiri pembukaan kembali sebuah masjid bersejarah yang hancur selama masa perang.
Pembukaan masjid ini dinilai sebagai upaya mendorong toleransi beragama di kalangan masyarakat setempat yang sempat terpecah akibat perang antar kelompok agama.
Perpecahan etnis masih menghantui Bosnia, 20 tahun setelah perang antara umat Muslim Bosnia, Ortodoks Serbia dan Katolik Kroasia. Hal ini terus menjadi penghambat rekonsiliasi dan reformasi yang diperlukan untuk negara itu untuk bergabung dengan Uni Eropa.
Meski demikian, antusiame warga Muslim untuk menghadiri pembukaan kembali Masjid Ferhadija yang dibangun di kota Banja Luka, ibu kota dari otonomi Republik Serbia, Bosnia, menawarkan harapan perubahan dan toleransi beragama.
Di tengah penjagaan keamanan yang ketat, sekitar 1.000 petugas polisi berpatroli di sejumlah ruas jalan yang dilewati bus-bus pembawa penumpang Muslim dari penjuru daerah. Lalu lintas lain diblokir sementara dari pusat kota dan konsumsi alkohol dilarang.
Perdana Menteri Turki yang baru sahja mengumumkan pengunduran diri, Ahmet Davutoglu, memaparkan bahwa pembukaan Masjid Ferhidja mengirimkan pesan perdamaian. Turki turut membantu membiayai pembangunan masjid ini.
"Bosnia-Herzegovina, dengan warga Muslim, Katolik, Ortodoks dan Yahudi, adalah satu tubuh, satu hati. Jika ada upaya untuk memisahkannya, itu berarti hati ini akan dibagi," katanya, mengacu pada ancaman pemisahan diri yang diluncurkan oleh warga Serbia Bosnia.
Masjid yang awalnya dibangun pada abad ke-16 dan berada di bawah perlindungan UNESCO sebagai salah satu peninggalan bangunan zaman Ottoman, meledak dalam perang sekitar 23 tahun lalu. Kini, lapangan parkir dibangun di lokasi berdirinya masjid dahulu.
Banyak warga yang yakin bahwa peledakan masjid itu merupakan tindakan warga Serbia Bosnia yang bertujuan untuk menghapus semua jejak warisan Muslim di kota yang dulunya dihuni warga multi-etnis ini.
Penuh Perjuangan
Pembangunan kembali masjid ini bukan tanpa perjuangan. Dalam upacara peletakan batu fondasi pertama untuk pembangunan masjid pada 2001 lalu, nasionalis Serbia menyerang pengunjung dan sejumlah pejabat, menyebabkan puluhan orang terluka dan seorang warga Muslim tewas.
Selain itu, butuh waktu 15 tahun bagi umat Islam Bosnia untuk memperoleh izin konstruksi dan dana untuk pembangunan masjid. Ribuan keping puing-puing dari bangunan aslinya dikumpulkan dari tempat pembuangan Sungai Vrbas dan sejumlah situs pembuangan sampah untuk kembali dipergunakan dalam pembangunan masjid.
Tanggal pembukaan kembali masjid ini, yakni 7 Mei, kemudian ditetapkan sebagai Hari Masjid di Bosnia, untuk memperingati 614 masjid yang hancur selama perang periode 1992-1995.
Saat ini, hanya 10 persen dari pepulasi Muslim dan Kroasia di Banja Luka yang tetap berada di kota ini, setelah warga Serbia Bosnia meluncurkan kampanye perang pembersihan etnis.
Dalam acara pembukaan, Presiden Serbia Bosnia, Milorad Dodik, menyatakan perwakilan komunitas Islam, Ortodoks, Katolik dan Yahudi "berkumpul di sini dan mengirim pesan perdamaian."
Sementara, Kepala komunitas Islam Bosnia, Efendi Husein Kavazovic, menyebutkan bahwa pembukaan kembali masjid ini bagai "kemenangan cahaya atas kegelapan," meskipun ia sebelumnya menyatakan ragu bahwa rekonsiliasi di kawasan itu akan segera terlaksana.
Ketua Muslim Bosnia, Bakir Izetbegovic, menyatakan pembangun masjid itu memberikan tanda bahwa Muslim Bosnia dapat kembali ke wilayah tersebut.
Namun, beberapa warga kurang optimis. Apalagi, banyak warga Serbia di Banja Luka yang nampaknya tak turut menghadiri pembukaan kembali masjid ini.
"Saya hanya ingin pembukaan masjid ini berjalan damai dan tanpa insiden apapun, ketegangan masih sangat tinggi," kata Tatjana Kecman, seorang warga Serbia dari Banja Luka.
Bayang-bayang perang masih menghantui kawasan ini, utamanya setelah pemimpin Serbia Bosnia, Radovan Karadzic, dipenjara karena dinilai melakukan genosida pada Maret.
PBB mengatakan dukungan warga Serbia Bosnia untuk memisahkan diri dari negara Bosnia yang rapuh merupakan tantangan untuk menegakkan kesepakatan damai pada 1995 lalu.
JOIN