Netanyahu mengeluarkan pernyataan kontroversial dan berlawanan dengan sejarah dengan menyebut ide Holocaust Nazi berasal dari seorang Mufti di Yerusalem. Mufti Haji Amin al-Husseini dituding Netanyahu membisiki Hitler untuk menghabisi kaum Yahudi, padahal Hitler awalnya hanya ingin mengusir Yahudi.
Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat menilai komentar Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu pada Rabu (21/10) yang menghubungkan seorang pemimpin Muslim dengan peristiwa Holocaust tidak berdasarkan bukti ilmiah.
Netanyahu melontarkan penyataan kontroversial tersebut sebelum mengunjungi Jerman pada Rabu. Netanyahu menyatakan bahwa Amin al-Husayni, seorang mufti Palestina di Yerusalem selama dekade 1940-an, membujuk Adolf Hitler untuk memusnahkan orang-orang Yahudi, yang berujung pada peristiwa Holocaust.
Sontak, pernyataan Netanyahu tersebut menuai kritik dari berbagai politisi oposisi dan pakar Holocaust. Netanyahu dinilai telah mendistorsi catatan sejarah.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, John Kirby menolak mengomentari pernyataan Netanyahu, karena pernyataan tersebut berpotensi menghasut. Meski demikian, Kirby menyatakan tidak ada bukti ilmiah soal Holocaust terkait dengan sang mufti seperti yang dituduhkan Netanyahu.
"Kami melihat berbagai laporan media soal komentarnya, dan tidak ada bukti ilmiah yang mendukung pernyataan itu," kata Kirby, dikutip dari Reuters.
Kritikan juga datang dari juru bicara pemerintah Jerman yang menyatakan bahwa Holocaust merupakan tanggung jawab Jerman sepenuhnya dan tidak ada hubungannya dengan umat Muslim.
"Semua warga Jerman mengetahui sejarah pembunuhan ras oleh Nazi yang berujung pada Holocaust," kata Kanselir Jerman, Angela Merkel pada Rabu (21/10).
"Ini diajarkan di sekolah-sekolah Jerman untuk alasan yang baik, dan tidak akan dilupakan. Dan saya tidak melihat alasan untuk mengubah pandangan kita tentang sejarah dengan cara apapun. Kita tahu bahwa yang bertanggung jawab atas kejahatan terhadap kemanusiaan ini adalah Jerman dan kita sendiri."
Sementara, Menteri Luar Negeri AS John Kerry dikabarkan telah berangkat dari Washington dan dijadwalkan akan bertemu dengan Netanyahu di Berlin pada Kamis (22/10), untuk melakukan pembicaraan terkait aksi kekerasan antara Palestina dengan Israel yang sudah berlangsung beberapa pekan dan kian memanas.
Kirby memaparkan bahwa Kerry berharap akan terjadi kesepakatan antara Palestina dan Israel yang dapat menenangkan aksi kekerasan.
"Kami ingin melihat langkah yang akan diterapkan, baik berupa peraturan tertulis atau tindakan, untuk mengurangi ketegangan, memulihkan ketenangan, dan mengakhiri kekerasan mengerikan ini," kata Kirby menambahkan.
Sementara di Berlin, Kerry juga akan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Jerman Frank-Walter Steinmeier dan Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Federica Mogherini sebelum berangkat ke Wina pada Jumat (23/10) untuk membicarakan konflik di Suriah dengan Rusia, Turki dan negara-negara Arab.
Selama akhir pekan, Kerry akan mengunjungi Yordania untuk bertemu dengan pemimpin Palestina, Mahmoud Abbas dan Raja Yordania, Abdullah. Kerry kemudian akan melakukan perjalanan ke Arab Saudi untuk melanjutkan diskusi internasional.
Pada Senin (19/10) di Madrid, Kerry berharap pemimpin Israel dan Palestina dapat memperjelas posisi mereka mengenai status quo terkait Masjid al-Aqsa di Yerusalem.
Masjid ini merupakan tempat suci ketiga umat Islam, dan juga dihormati oleh umat Yahudi. Di bawah sistem "status quo", warga Yahudi diperbolehkan untuk mengunjungi situs tersebut, tetapi tidak diperbolehkan berdoa di sana.
Kerry menyatakan Netanyahu berjanji dia tidak akan mengubah status tersebut. Meski demikian, warga Palestina geram karena semakin banyaknya pelanggaran yang dilakukan warga Yahudi di kompleks Masjid al-Aqsa di Kota Tua Yerusalem.
CNN
JOIN