TRENDING TOPIC #PARIS ATTACK #USA vs RUSSIA #MOST VIDEO
Follow

atjehcyber thumbkanan

rental mobil di aceh, rental mobil aceh, jasa rental mobil aceh, sewa mobil di aceh, rental mobil banda aceh, sewa mobil di banda aceh

atjehcyber stick

Sejarah: Ambisi Cina Menghapus Identitas Islam Uighur

Tuesday, July 07, 2015 21:34 WIB

Dibaca:   kali

atjehcyber, atjeh cyber, atjeh news, atjeh media, atjeh online, atjeh warrior, acehcyber, aceh cyber, aceh warrior, aceh cyber online, atjeh cyber warrior

Oleh Harun Husein

Beberapa tahun terakhir, ada sebuah tradisi baru Ramadhan di Xinjiang, Cina. Tapi, ini tradisi memalukan, karena melarang Muslim puasa, shalat, dan mengaji. Dan, seperti tahun-tahun sebelumnya, larangan itu diprotes Muslim di sana. Sebab, puasa adalah ibadah murni, dan itu adalah hak asasi.

Senin, 22 Juni, BBC melaporkan sekitar 18 Muslim Uyghur tewas dalam bentrok dengan polisi di pinggiran Kota Kashgar, Xinjiang.

“Radio Free Asia melaporkan penyerang membunuh perwira polisi menggunakan bom dan pisau… salah satu kemungkinan motifnya adalah kuatnya pembatasan kepada Muslim selama Ramadhan,” tulis BBC.

Yang mendapat larangan melaksanakan ibadah puasa di Xinjiang, antara lain anggota partai beragama Islam, pelayan publik, pelajar. Selain melarang Muslim Xinjiang berpuasa, Aljazeera melaporkan pemerintah Cina memerin tahkan restoran-restoran tetap buka.

Situs Liveleaks melaporkan bahwa sejak 2009 lalu, saat Ramadhan, pemerintah komunis menyediakan makan siang gratis, teh, dan kopi. Sajian yang dibungkus dengan istilah ‘Kepedulian dari Pemerintah’ tersebut, sejatinya hanyalah strategi untuk mencari tahu siapa yang tetap berpuasa.

Trik serupa disampaikan seorang pelajar SMA di Kashgar, Mehmet, kepada Aljazeera. Saat Ramadhan, kata dia, guru-guru membawa permen, air, roti, dan meminta para siswa memakannya.

“Tapi, tergantung gurunya,” katanya.



Juru bicara World Uyghur Congress, Dilxat Rexit, menyatakan selain harus buka siang hari, restoran-restoran juga ditekan menjual minuman beralkohol. Jika tidak, izinnya dicabut.

Kader-kader Partai Komunis Uighur, juga diwajibkan meneken sumpah untuk mencegah orang puasa dan aktivitas keagamaan lain. Bahkan, kader-kader partai itu dikerahkan mencegah orang berpuasa.

“Para imam di masjid-masjid juga di paksa berceramah bahwa berpuasa adalah aktivitas feodal dan berbahaya bagi kesehatan. Jika tidak, sertifikat keagamaan mereka bisa dicabut,” kata Dilxat.

BBC melaporkan pihak Uighur menyatakan represi Beijing terhadap kewajiban menjalankan agama memprovokasi kekerasan. Dan, kekerasan memang selalu muncul. Menurut catatan BBC, ratusan orang tewas tiga tahun terakhir.

Pemerintah Cina berkilah, larangan berpuasa agar orang-orang tetap sehat, dan untuk memastikan pemerintah tidak mendukung salah satu keyakinan. Tapi, Dilxat Rexit, mengatakan, tujuan Cina sebenarnya memaksa orang Uighur keluar dari kultur Ramadhan. Semua ini adalah upaya sistematis untuk menghapus identitas Islam dari Xinjiang.

Tahun lalu, Aljazeera melakukan reportase di Kashgar. Dan, praktiknya memang keterlaluan. Selain melarang berpuasa, pemerintah juga mengatur siapa yang boleh masuk masjid, dan halaman Alquran mana yang boleh dibaca.

“Mereka ingin memotong hubungan Alquran dengan anak-anak kami. Kami dilarang mengajari mereka Alquran. Tapi, kami tetap melakukannya diam-diam di rumah,” tutur warga Uighur, Ghulam Abbas.

Saat berkeliling kota, kepada Aljazeera seorang sopir taksi bernama Umar menuding-nuding patung setinggi 24 meter di People Square.

“Itu Mao Ze dong… Dia yang membawa semua orang Cina ke sini,” katanya setengah berbisik, karena tentara Cina berbaris di sana.

Di seluruh Kashgar, tentara disebar untuk menghadapi ancaman militan Uighur. Situasi di bawah pemerintahan komunis Cina, merupakan situasi paling buruk bagi Muslim Uighur.

Memisahkan Diri

Sebenarnya, upaya warga Uighur memisahkan diri dari Cina, sudah mencuat ketika Dinasti Qing runtuh. Pada 1912 lalu, pemerintahan diambil alih oleh Republik Cina yang dimotori Partai Kuomintang-nya Sun Yat Sen dan Chiang Kai-shek.

Pada 1928, musibah mulai menimpa Muslim Xinjiang, ketika seorang warlord Han, Jin Shuren, mengambil alih tampuk kekuasaan. Dia penindas, korup, dan pembenci Muslim, terutama dari etnik Turki. Banyak tanah Muslim yang disita Jin, lalu dialihkan kepada para kolega nya, tentu dari etnis Han. Walhasil, orang Cina-Han pun kerap menjadi sasaran kebencian. Sejak Jin Shuren menjadi gubernur, sering terjadi kerusuhan etnik dan agama.

Jin juga menghapuskan pemerintahan feodal Kumul Khanate, wilayah utara Xinjiang yang dihuni etnis Uighur, yang semula wilayah semi otonom. Mereka pun memberontak menghendaki restorasi. Tapi, Jin malah membeli dua pesawat dari Uni Soviet pada September 1931.

Pesawat yang diperlengkapi senjata mesin dan bom ini diterbangkan pilot Rusia dan mulai membantai para pejuang Kumul Uighur.

Kuomintang yang gerah pada Jin yang dekat dengan Rusia, mengerahkan jenderal Muslim beretnis Hui, Ma Zhong ying, untuk menumbangkan Jin. Jenderal Ma memimpin Divisi ke-36, yang sebagian besar personelnya Muslim Hui.



Pada Perang Urumqi, 1933, Jenderal Ma yang bekerja sama dengan Kumul Uyghur menang. Jin kabur ke Uni Soviet. Pada 1933, juga terjadi gerakan Uyghur di Xinjiang selatan. Dipimpin Muhammad Amin Bughra dan saudaranya Abdullah Bughra and Nur Ahmad Jan Bughra, mereka menghendaki kemerdekaan total dari Cina-Han, maupun Cina-Hui.

Pada 12 November 1933, mereka memproklamasikan Republik Turkistan Timur. Perdana menterinya Sabit Damulla Abdulbaki, Muhammad Amin Bughra sebagai panglima perang. Republik Islam Uyghur (Sherqiy Türkistan Islam Jumhuriyiti) alias Uyghuristan ini mencakup Kashgar, Khotan and Aqsu. Ironisnya, republik baru ini dihancurkan oleh Jenderal Ma, pada Perang Kashgar, 1934. Republik Turkistan Timur pun berakhir.

Sheng Shicai, panglima perang asal Manchuria, yang didukung Soviet, kemudian jadi gubernur baru Xinjiang. Tapi, posisi politik Sheng mirip belaka dengan Jin. Demi keamanan Xinjiang dari serangan Jepang maupun pem berontak, dia bekerja sama dengan Uni Soviet.

Sebagai imbalanya, Soviet dapat konsensi sumur minyak, pertambangan timah dan tungsten (sejenis logam yang kuat), dan perdagangan yang menguntungkan Rusia.

Bahkan, pada 26 November 1940, Sheng Shicai membuat perjanjian dengan Soviet yang menjamin konsesi provinsi Xinjiang untuk 50 tahun. Eksplorasi mineral besar-besaran pun dilakukan di Xinjiang, termasuk Uranium di pegunungan dekat Kashgar.

Pada 1944, Presiden dan perdana menteri Republik Cina, Chiang Kai-shek, melihat gelagat Sheng Shicai meng gabungkan Xinjiang dalam Uni Soviet, menarik Sheng Shicai. Dia dimutasi menjadi menteri pertanian.

Menyusul hengkangnya Sheng Shi cai dari Xinjiang, Republik Turkistan Timur kembali dideklarasikan pada 12 November 1944.

“Alhamdulillah pemerintahan Turkistan Islam terbentuk. Bantuan Allah telah diberikan kepada kita untuk mengusir pemerintahan penindas Cina dari tanah nenek moyang kita,” kata Ali Khan Ture, salah satu pendirinya.

Ada dua presiden di Republik Tur kistan Timur jilid II ini. Yang pertama Ali Khan Ture (1944–1946), yang kedua adalah Ehmetjan Qasim (1946–1949). Negara ini membentuk pasukan militer terstruktur rapi pada 8 April 1945, yang terdiri atas enam resimen berbagai etnis, seperti Uyghur, Kazakh, China Muslim-Hui, dan Mongol.

Republik baru yang didukung Soviet ini memulai revolusinya di tiga distrik di utara Xinjiang, yaitu Ili, Tarbaghatai, Altai. Tapi, pada 1945, dukungan itu berakhir setelah Cina meneken perjanjian persahabatan dengan Uni Soviet.

Kuomintang kemudian membujuk para petinggi Republik Turkistan Timur yang masih memiliki pasukan untuk bekerja sama. Beberapa petinggi Uighur ditunjuk sebagai penasihat di Xinjiang, termasuk Ehmetjan Qasim, sebagai wakil ketua di Provinsi Xinjiang.

Pemimpin Turkistan Dibunuh

Pada Juli 1949, Partai Komunis yang dipimpin Mao Zedong, mengambil alih Cina. Kuomintang dan Chiang Kai-shek kemudian hengkang ke Taiwan. Dan, pada 17 Agustus 1949, Partai Komunis Cina mengirim Deng Liqun bernegosiasi dengan Republik Turkistan Timur di Ghulja.

Mao Zedong juga mengundang petinggi Republik Turkistan Timur ambil bagian dalam konferensi rakyat. Soviet pun membujuk para pemimpin Republik Turkistan Timur untuk bekerja sama dengan PKC. Saat itu, sudah ada kerja sama nuklir Soviet-Cina.

Soviet membujuk delegasi Republik Turkistan Timur meneruskan negosiasi langsung dengan menemui Stalin, sebelum ke Beijing. Tapi, pada 24 Agustus 1949, delegasi petinggi partai itu, Ehmetjan Qasimi, Abdulkerim Abbas, Ishaq Beg, Luo Zhi, Dalelkhan Sugir bayev, dan para pendampingnya, naik pesawat di Alma-Ata, Kazakhstan, untuk menuju Beijing dan bernegosiasi dengan Mao.

Tapi, pesawat malah dibelokkan ke Moskow, dan kemudian dilaporkan mengalami kecelakaan. Pada 1991, sejumlah bekas jenderal KGB, mengatakan para petinggi Republik Turkistan Timur dibunuh atas perintah Stalin pada 27 Agustus 1949, setelah tiga hari ditahan di Moskow. Rabiya Kadir, yang kini Presiden Kongres Uighur Dunia, merupakan anak salah seorang pendukung Republik Turkistan Timur.



Pada 1955, provinsi Xinjiang diganti namanya menjadi Wilayah Otonomi Uighur Xinjiang. Adanya kata Uyghur di situ, menandakan bahwa otonomi itu diberikan kepada orang, bukan sekadar kepada wilayah. Sebab, orang Uyghur adalah mayoritas. Mao setuju dengan nama itu.

Tapi, RRC kemudian terus memobilisasi orang ke kawasan kaya migas dan bahan tambang tersebut, sehingga pada tahun 2000 lalu, jumlah Muslim Uighur telah kurang dari separuh dibanding orang Han yang berjumlah 10 juta orang. Itu belum termasuk imigran gelap orang Han.

Perimbangan demografi tersebut dipercepat oleh Beijing sejak 1990-an lalu, ketika Beijing mulai membangun Xinjiang, yang dikombinasikan dengan aturan-aturan yang mengekang praktik Islam. Entah sudah berapa banyak kekerasan yang terjadi, dan berapa berapa ribu orang meninggal karenanya.

Sudah ditindas, didiskriminasi, orang Uighur pun mudah dicap sebagai teroris.

“Pemerintah mengatakan semua orang Uighur, jika mereka berjanggut atau mengenakan hijab, mereka adalah teroris,” Abdul Majid, pemilik toko ponsel di sekitar Alun-alun Rakyat, Kashgar, menuturkan kepada Aljazeera.

Sampai kapan nestapa mendera Xinjiang?
KOMENTAR
DISCLAIMER: Komentar yang tampil menjadi tanggungjawab sepenuhnya pengirim, bukan merupakan pendapat atau kebijakan redaksi ATJEHCYBER. Redaksi berhak menghapuskan dan atau menutup akses bagi pengirim komentar yang dianggap tidak etis, berisi fitnah, atau diskriminasi suku, agama, ras dan antargolongan.
Artikel Pilihan Pembaca :

mobile=show

Copyright © 2015 ATJEHCYBER — All Rights Reserved