TRENDING TOPIC #PARIS ATTACK #USA vs RUSSIA #MOST VIDEO
Follow

atjehcyber thumbkanan

rental mobil di aceh, rental mobil aceh, jasa rental mobil aceh, sewa mobil di aceh, rental mobil banda aceh, sewa mobil di banda aceh

atjehcyber stick

Orang Aceh Wajib Makan Daging Jelang Ramadan

Wednesday, June 17, 2015 22:45 WIB

Dibaca:   kali

atjehcyber, atjeh cyber, atjeh news, atjeh media, atjeh online, atjeh warrior, acehcyber, aceh cyber, aceh warrior, aceh cyber online, atjeh cyber warrior

Kala itu, Sultan Iskandar Muda memerintahkan kepada anak buahnya memotong sapi dan membagikan dagingnya kepada kaum fakir miskin

Pasar Tradisional Lambaro, di Aceh Besar, dipadati para pembeli daging sapi, salah satunya Malahayati yang membeli beberapa kilogram daging untuk diolah menjadi enam jenis masakan khas Aceh.

“Saya memasak kari putih, sop, rendang, daging goreng, juga daging rebus. Nanti akan dimakan bersama keluarga, bukan keluarga saya saja tetapi saya rasa seluruh warga Aceh makan daging hari ini,” jelas ibu dua anak perempuan ini.

Memasak dan menikmati daging bersama keluarga seperti saat datangnya bulan Ramadan ini dikenal dengan Meugang.

Tak hanya di pasar-pasar tradisional yang dipadati oleh pembeli daging, tapi di sejumlah tempat juga muncul pasar musiman, salah satunya di Berauwe.

Muhamad Saleh, salah satu penjual daging di Beurawe, mengaku telah puluhan tahun berjualan daging sapi ketika Meugang.

“Ya lumayan juga dapatnya, meski tak banyak, saya menjual tiga ekor sapi sejak kemarin (Selasa), tahun ini per kilonya cukup mahal,” jelas Saleh.

Harga daging yang melonjak sampai Rp140.000 per kilogram, tidak menghalangi warga Aceh untuk membeli daging untuk Meugang menyambut datangnya Ramadan yang jatuh pada Kamis (18/06).

Tradisi Meugang atau disebut juga Mameugang diyakini telah dijalankan sejak masa Kesultanan Aceh, yang dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda.

Bermula dari Sultan

Ketika itu, Sultan Iskandar Muda memerintahkan kepada anak buahnya memotong sapi dan membagikan dagingnya kepada kaum fakir miskin, seperti dijelaskan oleh Ketua Majelis Adat Aceh (MAA), Badruzzaman.

“Sapi disembelih kemudian dibagi dagingnya menjadi tumpukan kecil yang isinya memuat semua bagian tubuh hewan, jadi intinya bukan di beratnya tapi di komponen dagingnya yang mencerminkan keadilan,” jelas Badruzzaman.

Kesultanan Aceh Darussalam pada abad ke-16 sampai 17 merupakan kerajaan Islam terbesar di Asia Tenggara, sehingga tradisi Meugang tak lepas juga dari ajaran Islam, kata Misri A Muchsin, dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry.

“Meugang itu sebenarnya adalah dalam rangka untuk menyambut Ramadan. Memang diprogramkan dari kerajaan agak besar-besaran, bagaimana memakmurkan masyarakat dan sesuai dengan hadis tentang menyambut Ramadan dengan suka cita,” jelas Misri.

Dalam perjalanannya tradisi Meugang tak lagi menjadi "program pemerintah" tetapi masyarakat dan juga menggerakkan ekonomi dengan munculnya pasar daging musiman.

Bertahan di era internet

Selain makan daging, berkumpul dengan keluarga satu hari jelang Ramadan merupakan tradisi di Aceh, tetapi tradisi itu telah berubah.

"Kalau dulu harus pulang ke rumah, jika tidak akan menjadi bahan pembicaraan namun saat ini tidak lagi. Silaturahmi bisa dilakukan melalui telepon atau internet,” kata Badruzzaman.

Tradisi Meugang yang berlangsung sejak dua hari sebelum Ramadan tampaknya masih melekat pada masyarakat Aceh.

“Rasanya tak lengkap jika jelang Ramadan kita tak makan daging,” jelas Malahayati.
KOMENTAR
DISCLAIMER: Komentar yang tampil menjadi tanggungjawab sepenuhnya pengirim, bukan merupakan pendapat atau kebijakan redaksi ATJEHCYBER. Redaksi berhak menghapuskan dan atau menutup akses bagi pengirim komentar yang dianggap tidak etis, berisi fitnah, atau diskriminasi suku, agama, ras dan antargolongan.
Artikel Pilihan Pembaca :

mobile=show

Copyright © 2015 ATJEHCYBER — All Rights Reserved