Sekelompok biksu Buddha paling berbahaya Myanmar, dipimpin Ashin Wirathu, Skuad 969 menjelma menjadi mesin pembunuh nomor satu muslim di negara itu.
Ibu Kota Yangon, Myanmar, saat pagi hari dan menjelang sore menjadi tempat menyenangkan. Warganya menjalani aktivitas seperti layaknya kota besar. Pusat perbelanjaan ramai, pasar padat oleh pembeli dan pedagang, banyak yang menikmati teh di kedai pinggir jalan, dan banyak lagi.
Namun keadaan ini berubah menjelang malam. Penduduk bersiap pada serangan seporadis dari sekelompok biksu Buddha paling berbahaya, Skuad 969.
Skuad 969 menjelma menjadi mesin pembunuh nomor satu muslim di negara itu. Kegelisahan melanda orang Islam Rohingya. Anti-Muslim telah menelan banyak korban di Burma bagian tengah dan perlahan-lahan menjalar ke tempat lain.
Pengusung gerakan 969 ini takut Myanmar akan seperti Indonesia setelah Islam masuk ke nusantara pada abad ke-13. Pada akhir abad ke-16, Islam dapat menggantikan Hindu dan Buddha sebagai agama yang dominan.
Skuad 969 mengacu pada sembilan atribut Buddha, enam ajaran dasar, dan sembilan perintah monastik berkaitan dengan spiritual untuk tingkatan mencapai nirwana. Salah satu tugas mereka menghancurkan kekuatan asing yang ingin membinasakan Buddhisme dan kekuatan asing itu Islam.
Pesantren-pesantren menjadi korban keganasan skuad 969 membakar tempat itu tanpa ampun. Masjid pun jadi sasaran. Mereka bergerak tanpa ampunan pada muslim dan kelompok ini terang-terangan mendapat dukungan banyak pihak termasuk pemerintah junta militer Myanmar.
Penyerangan dan penganiayaan terus terjadi menimpa warga minoritas Muslim di Myanmaar. Sedikitnya 200 Muslim tewas dan ratusan lainnya kehilangan tempat tinggal karena rumah mereka dibakar oleh warga Buddha yang merupakan mayoritas.
Banyak kalangan menilai kekerasan ini sebagai kesalahan seorang biksu yang kontroversial dan kelompk nasionalis yang ia dukung. Dialah yang bersama kelompoknya kerap menyulut warga untuk bertindak menyerangan kelompok Muslim, seperti yang menimpa warga Rohingnya, di Rakhine.
Sebagaimana diberitakan BBC, Biksu yang dimaksud adalah Ashin Wirathu atau sering juga disebut Shin Wirathu. Dialah yang dituding banyak kalangan sebagai biang kerok kerusuhan itu. Bahkan majalah terkemuka, Time, menjuluki sang biksu sebagai “wajah teror kaum Buddha” (the face of Buddhist terror).
Wirathu menyatakan kepada kaum Buddha bahwa negara Myanmar sedang diserang kaum penyusup Muslim. “Muslim hanya berbuat baik jika sedang lemah. Kalau mereka kuat, mereka akan seperti srigala; yang dalam kelompok banyak mereka memburu binatang lain,” kata Wirathu.
Ia juga membuat kalkulasi bagaimana Muslim akan menguasai Myanmar dalam jangka panjang. Saat ini, diperkirakan Myanmar berpenduduk 60 juta orang dan 90% di antaranya adalah penganut Buddha dan sebanyak 5% merupakan warga Muslim.
“Dalam 50 tahun, kita akan berbelanja di toko milik Muslim dan mereka akan semakin kaya dan makmur dibandingkan kita sehingga bisa membeli dan menikahi perempuan-perempuan kami. Dengan cara itu, Muslim tidak hanya menghancurkan dan mempenetrasi negara kita, tetapi juga agama kita,” tutur Wirathu.
Untuk mencegahnya Wirathu mendirikan organisasi berhaluan nasionalis dengan nama 969. Kelompok ini menyerukan untuk berbelanja, menjual properti dan menikah hanya dengan kaumnya, yakni kaum Buddha. Kelompok ini menempelkan stiker kecil di toko-toko yang menandakan toko itu milik warga Buddha.
Kelompok 969 dikenal sebagai kelompok yang defensif, dibentuk dengan dalih melindungi budaya dan identitas Buddha. Kelompok ini secara khusus menyerang Muslim.
“Di masa lalu, tidak ada diskriminasi berdasarkan agama dan ras. Kita tinggal berdampingan dengan rasa persaudaraan. Namun, ketika master plan mereka (Muslim) dibuka, kita tidak lagi bisa tinggal diam,” kata Wirathu.
Dari ajaran sesat itulah banyak warga Buddha yang tersulut dan menyerang kaum Muslim. Pada Juni 2013, ketika gerakan kelompok itu semakin tak tertahankan, wajah Wirathu menghiasi halaman muka majalah Time dengan label, “The face of Buddhist terror”.
Majalah tersebut kemudian dilarang beredar di Myanmar. Presiden juga mengeluarkan pernyataan yang membela Wirathu bahwa ia adalah “anak dari Buddha agung”.
Banyak kalangan di Myanmar, bahkan kalangan biksu yang sependapat dengan majalah Time. Mereka juga menentang gerakan dan kelompok Wirathu. Salah satunya adalah Kaylar Sa, biksu yang pernah dipenjara karena terlibat dalam revolusi Saffron pada 2007. Ia mengatakan gerakan 969 adalah gerakan yang tidak ada gunanya.
Islam menyebar dengan cepat di Myanmar. Pertumbuhannya hingga kini sekitar 35 persen, angka drastis jika berbanding awal tahun lalu yang hanya empat persen. Ini dilihat sebagai ancaman bahkan beberapa tokoh Buddha di pelbagai negara bagian menyerukan gerakan anti-Muslim.
Pemerintah tidak bergeming mendengarnya, apalagi mengharapkan bantuan dari tonggak hak asasi Burma Aung San Suu Kyi. Semua bungkam mendengar dan menyaksikan ajakan bunuh orang Islam bergaung besar-besaran persis di depan mata. Skuad 969 berkembang menjadi mesin pembunuh mematikan yang mengeksekusi pemeluk agama Nabi Muhammad itu.
Aparat seharusnya menegakkan hukum justru bertindak jika muslim membalas perlakuan dari skuad 969. Para Biksu berkhotbah dengan gaya apartheid seperti gerakan 969 pada 2001. Ketika itu sentimen anti-Muslim disulut pada Maret 2001.
Sebenarnya banyak biksu dan tokoh Revolusi Saffron, perlawanan besar-besaran para biarawan pada junta militer, mengecam Skuad 969. Politisi juga ramai mengecam segala hal mereka lakukan.
Namun upaya mereka baru sebatas seruan untuk menghentikan kekerasan pada muslim, sementara korban tewas umat Islam semakin banyak dan kelompok ekstremis pendeta Buddha ini makin sadis membasmi muslim Rohingya.
Namun upaya mereka baru sebatas seruan untuk menghentikan kekerasan pada muslim, sementara korban tewas umat Islam semakin banyak dan kelompok ekstremis pendeta Buddha ini makin sadis membasmi muslim Rohingya.
JOIN