“Saat itu rumah saya dibombardir oleh tank (alat perang, Red) dalam drama yang berlangsung selama 2 jam itu. Peristiwa itu sendiri masih mengganggu pikiran saya sampai sekarang,” ucap sang kakek ambil meneteskan air mata.
Dengan kaki gemetaran setelah divonis terkena komplikasi, mulai asam urat, kencing manis, diabetes hingga gejala lumpuh, ia seakan terpasung kaku di sebuah gubuk derita yang nyaris roboh, beratapkan rumbia, dan berdidingkan kayu bekas.
Tempatnya berteduh itu hanya beberapa meter dari bangunan rumahnya yang rusak parah pasca dibombardir saat terjadi kontak tembak antara GAM dengan aparat keamanan pada tanggal 6 Juni 2005 silam.
Rumah berekonstruksi permanen berukuran panjang 7×8 dan 5×10 dengan dinding, atap dan lantainya yang porak poranda diterjang timah panas. Rumah yang kini menjadi saksi bisu kelamnya nasib Kek Lah yang kehilangan harta bendanya plus terabaikan dari sekelilingnya.
“Saat itu rumah saya dibombardir oleh tank (alat perang, Red) dalam drama yang berlangsung selama 2 jam itu. Peristiwa itu sendiri masih mengganggu pikiran saya sampai sekarang,” ucap sang kakek ambil meneteskan air mata saat ditemui Harian Aceh, Senin (2/1).
Menurut dia, kerugian materil yang dialaminya pasca kejadian itu mencapai sekitar Rp200 juta akibat bangunan rumahnya yang mengalami ‘bolong-bolong’ besar. “Jadinya, terpaksa ditinggal terlantar, dan kini dihuni oleh hewan ternak peliharaan saya,” ujarnya.
Sementara kepedulian Badan Reintegrasi-Damai Aceh (BRA) untuk melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi rumah korban konflik itu masih jauh dari harapan. Dimana, bantuan yang diberikan sangat pas-pasan. “Jangankan untuk perbaikan rumah yang rusak, untuk biaya berobat dan kebutuhan sehari-hari saja begitu ‘mencekik’,” sebut Kek Lah.
“Uang BRA tak seberapa, belum persoalan dana yang tak utuh, hingga pengeluaran selama proposal dilayangkan ke Kantor Bupati Aceh Utara berjarak sekitar 67 kilometer dari arah timur Kota Lhokseumawe. Jadi, bisa dibilang sama dengan nol,” keluhnya, yang kerap harus menghabiskan waktu di kasur tua di gubuk miliknya.
Dengan segala keterbatasanya, mantan keuchiek Ulee Titi itu mengaku begitu membutuhkan uluran tangan pemerintah dan para dermawan guna membantu memperbaiki rumahnya itu. Termasuk penanganan medis yang memadai untuk mengatasi gangguan kesehatan yang dideritanya. Semoga! [erwin/HA]
|
JOIN