DUSHANBE - Sekitar 1.773 wanita dan anak gadis dipaksa mencopot jilbab serta meminta hampir 13.000 pria dipaksa untuk mencukur janggut oleh rezim sekuler Tajikistan. Hal itu diklaim untuk mencegah radikalisasi akibat pengaruh asing (baca:Arab).
Lebih dari 160 toko yang menjual pakaian Muslim juga telah ditutup. Polisi di wilayah Khatlon, Tajikistan, mengatakan mereka telah mencukur jenggot hampir 13 ribu pria sebagai bagian dari "kampanye antiradikalisasi".
Kampanye tersebut melarang perempuan Tajik mengenakan jilbab dan cadar hitam, terutama di sekolah-sekolah dan universitas. Larangan berjilbab juga berlaku di semua lembaga negara.
"Jangan menyembah nilai asing, jangan mengikuti budaya asing. Kenakan warna pakaian tradisional dan bukan hitam," kata Presiden Emomali Rakhmon. Bahkan saat berkabung, wanita Tajik (harus) memakai seragam putih, bukan hitam."
Sementara itu, Djovid Akramov , warga Tajik, mengatakan dihentikan oleh polisi Tajik di luar rumahnya bersama dengan anaknya berusia 7 tahun, bulan lalu. Ia ternyata dibawa ke kantor polisi di Dushanbe untuk mencukur jenggot.
"Mereka menyebut saya Salafi, radikal, musuh publik. Kemudian dua dari mereka memegang tangan saya, sementara satu lagi mencukur setengah dari janggut saya," kata Akramov, seperti dilansir BBC pada 22 Januari 2016.
Laporan itu muncul seminggu setelah Pemerintah Tajikistan yang dipimpin oleh Presiden Emomali Rahmon menindak warga yang memakai nama asing khas Arab.
JOIN