
Damaskus (atjehcyber) - Konflik Suriah telah berubah menjadi konflik global dengan banyaknya negara kunci berlomba-lomba untuk menjejakkan kakinya di atas wilayah yang dilanda perang saudara selama hampir empat tahun lamanya.
Negara-negara itu adalah Amerika Serikat, Uni Eropa, Rusia, Arab Saudi, dan beberapa negara Teluk lain, Iran serta Turki. Sebelumnya negara-negara tersebut telah melakukan pertemuan di Wina untuk segera mencari solusi dalam menghentikan konflik tersebut, tapi hingga saat ini belum ada tindak lanjutnya.
Seperti yang dilansir BBC, jalan buntu dari solusi gencatan senjata adalah kepentingan dua blok terkait dengan Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Assad yang mendapat penolakan dari Turki, Uni Eropa, dan Arab Saudi, serta Amerika Serikat, di sisi lain mendapat dukungan yang kuat dari sekutunya, Iran dan Rusia, yang memiliki kepentingan di Suriah.
Bentuk dukungan Rusia berupa dukungan di PBB serta memasok persenjataan bagi tentara Assad untuk melawan pemberontak yang ingin menjatuhkanya.
Rusia melakukan itu semua demi menjaga pelabuhan Suriah, Tartous, yang berfungsi sebagai basis Mediterania Rusia untuk armada Laut Hitam, dan sebuah pangkalan udara di Latakia.
Sejak September lalu, Suriah telah menurunkan pasukan serta armada militernya untuk menggempur pemberontak dan juga militan Negara Islam (IS).
Pesaing utama Rusia, Amerika Serikat telah menyatakan secara terbuka untuk meminta Assad yang dituduhnya sebagai penyebab utama kekerasan di negara tersebut untuk mundur.
Amerika Serikat terang-terangan mendukung aliansi oposisi utama Suriah, Koalisi Nasional, dan memberikan bantuan militer terbatas untuk pemberontak "moderat".
Sejak September 2014, Amerika Serikat telah melakukan serangan udara terhadap ISIS/IS dan kelompok jihad lain di Suriah sebagai bagian dari koalisi internasional terhadap kelompok jihad. Amerika Serikat juga turut melatih dan mempersenjatai 5.000 pemberontak Suriah.
Kaki tangan Amerika Serikat di Timur Tengah, Arab Saudi, diketahui telah memberikan bantuan keuangan dan militer untuk beberapa kelompok pemberontak di Suriah.
Kerajaan Arab Saudi mengatakan Presiden Assad tidak bisa menjadi bagian dari solusi konflik dan harus menyerahkan kekuasaan kepada pemerintahan transisi atau dihapus secara paksa.
Satu lagi negara yang membenci Assad adalah Turki. Sejak awal Ankara telah meminta Assad untuk mundur ketika pemberontakan mulai bergulir di Suriah.
Presiden Recep Tayyip Erdogan telah mengatakan tidak mungkin bagi Suriah untuk menerima seorang diktator yang telah menyebabkan kematian hingga 350 ribu orang.
Turki adalah pendukung utama oposisi Suriah dan telah menghadapi beban pengungsi hampir dua juta pengungsi.
Turki setuju untuk membiarkan koalisi pimpinan Amerika Serikat menggunakan pangkalan udara untuk serangan di Suriah, setelah serangan bom ISIS pada Juli 2015.
Di kubu Assad, ada Iran yang selama ini merupakan sekutu terdekatnya sebagai sesama Syiah. Iran diketahui selama ini telah cukup banyak membantu pasukan pemerintah dalam memerangi pemberontak.
Iran dengan negara mayoritas muslim Syiah tersebut diyakini telah menghabiskan miliaran dolar per tahunnya guna menopang Presiden Assad dan pemerintah Alawit, dengan menyediakan penasihat militer dan senjata bersubsidi, serta jalur kredit dan transfer minyak. Suriah adalah tempat transit utama untuk pengiriman senjata Iran bagi gerakan Syiah Libanon, Hizbullah.
BBC
JOIN