Di tengah kesibukan pembangunan Integrated Community Shelter/ICS di Gampong Blang Adoe, Kuta Makmur Aceh Utara, Sabtu (13/6) terlihat puluhan orang-- mayoritas anak remaja dan pemuda--berkerumun di sekitar komplek ICS yang sedang dibangun. Nampak pula becak bermotor ala Aceh terpakir di sana.
Tak ketinggalan mobil bak dan truk hilir mudik ke lokasi ICS dengan membawa muatan puluhan hingga ratusan kayu, triplek tebal, asbes, semen, seng dan bahan bangunan lain yang diangkutnya. Tak perlu dikomando, kerumunan orang itu pun, membantu menurunkan kayu dengan cekatan.
Usai membantu bongkar muat barang material, salah seorang dari mereka menerima uang dan mencatat orang-orang yang ikut bongkar muat, lalu membagi rata uang hasil dari bongkar muat tersebut. Itulah rutinitas yang mereka lakukan setiap hari selama hampir dua pekan belakangan, di lokasi pembangunan ICS.
“Kami ini ‘harlan’, yaitu kuli bongkar muat barang bangunan,” tutur Sayuti (26), membuka obrolan dengan ACTNews, salah seorang pemuda Blang Adoe, yang selalu hadir mencari nafkah sebagai harlan.
Semenjak dimulainya pembangunan beberapa hari yang lalu, warga dari dua Desa yaitu dari Blang Adoe dan Jeulkat, selalu tampak hadir dari pagi hingga sore hari, standby di lokasi pembangunan ICS. Mereka tampak antusias dan semangat menyambut rejeki dari aktivitas mereka sebagai harlan. Pembangunan ICS di Desa Blang Adoe ini menjadi berkah buat warga sekitar.
“Alhamdulillah, kalau sedang banyak sehari bisa dapat 100.000 Pak,” ungkap Ari (24) warga Jeulkat. Sudah ada harga standar yang ditetapkan dan dipahami bersama antara harlan dengan pengangkut/penjual bahan bangunan. Satu ton kayu dan papan dihargai Rp.60.000, untuk satu asbes dan satu sak semen di hargai satunya Rp. 2000.
Setiap harinya para harlan ini hadir dengan jumlah yang beragam, kadang sedikit kadang banyak. “Paling sedikit kita hadir di sini 10 orang, tapi kadang bisa lebih 15, 20, sampai 30 orang,” tutur Sayuti, yang mengaku semakin sedikit para harlan yang hadir, maka penghasilannya pun semakin besar.
Sayuti dan beberapa pemuda lainnnya memang tidak bekerja menetap, mereka bekerja serabutan. Kadang menjadi buruh bangunan, menjadi harlan di berbagai tempat saat sedang ada proyek pembangunan.
“Pekerjaan saya ‘wetwet’ (mutar-mutar) menjadi harlan, selain di lokasi ICS ini, kami juga bekeja sebagai harlan di proyek pembangunan perumahan PNS di Jeulkat,” jelasnya.
Perekonomian di sekitar pembangunan ICS di Desa Blang Adoe seperti ‘berdetak kencang’, karena warga sekitar merasakan berkah dan manfaatnya dalam proses pembangunan ICS ini.
Para harlan bisa mengais rejeki, warung–warung kopi menjadi ramai dikunjungi pembeli, dan memang sudah menjadi ‘protap’ ACT dalam setiap proses pembangunan ICS selalu melibatkan masyarakat sekitar. Entah itu menjadi relawan tukang maupun menjadikan warung-warung (warkop atau kelontongan) sekitar lokasi menjadi mitra.
“Sebagian dari mereka adalah warga lokal disini, selain diambil dari berbagai daerah yang memang sudah profesional membangun ICS bersama ACT,” tegas Rosman, Kepala Tim Tukang Pembangunan ICS-ACT.
Tidak hanya kaum adamnya, kaum hawanya pun dilibatkan membabat lahan yang penuh semak belukar. Puluhan ibu-ibu pada awal pembangunan membabat habis semak-semak belukar yang sudah meninggi.
Gampong Blang Adoe dan sekitarnya selama ini dikenal sebagai basis GAM (Gerakan Aceh Merdeka) dan menjadi tempat bentroknya aparat dengan kelompok tersebut. Namun pascabencana Tsunami akhir 2006 lalu semua pihak bersepakat damai dan hingga saat ini, alhamdulillah sudah tidak pernah ada lagi pertikaian.
Dalam isu Rohingya ini tampak nuansa solidaritas yang tinggi dari warga Aceh, khususnya Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Utara. Solidaritas itu ditunjukkan mulai dari Pemerintahan lokalnya, Keuchik hingga masyarakat. “Kami dukung sepenuhnya proyek pembangunan shelter untuk saudara kami muslim Rohingya ini, mereka saudara seiman dengan kami,” ujar Ari.
ACTid
JOIN