Pria Brasil yang dihukum mati karena penyelundupan narkoba di Indonesia tidak mengetahui dirinya akan meninggal, kata pastornya.
Pastor Charlie Burrows mengatakan Rodrigo Gularte mendengar suara-suara dan tidak memahami bahwa dirinya akan dibunuh regu tembak sampai saat-saat terakhir menjelang eksekusi.
Gularte didiagnosis menderita gangguan mental bipolar dan skizofrenia paranoida.
Tujuh warga asing dan seorang warga Indonesia dieksekusi hari Rabu, memicu kecaman dunia.
Pastor Burrows mengatakan dia berusaha mempersiapkan Gularte menghadapi eksekusinya tetapi warga Brasil tersebut tidak menyadari apa yang terjadi pada dirinya sampai sebelum meninggal.
"Saya memiliki waktu untuk mempersiapkannya tetapi dia harus dirantai, karena dia tidak suka disentuh," katanya kepada media Australia, ABC News.
"Dia mulai menerima pesan dan ketika sadar (akan dieksekusi) dia berkata kepada saya: Oh, tidak, Pastor, saya akan dieksekusi?"
Pastor Burrows mengatakan Gularte mendengar suara-suara pada hari-hari terakhirnya, yang berjanji semuanya akan berjalan baik.
"Dia lebih mempercayai suara-suara itu daripada siapa pun," katanya.
Gangguan bipolar adalah gangguan mental yang menyerang kondisi psikis seseorang yang ditandai dengan perubahan suasana hati yang sangat ekstrem berupa mania dan depresi.
Penderita skizofrenia paranoida sering mengalami ketakutan, delusi (kepercayaan yang salah) dan biasanya diikuti oleh halusinasi (suara atau hal lainnya yang dianggap ada, tetapi sebenarnya tidak ada).
Sementara, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Ban Ki-moon, mengutarakan penyesalan yang mendalam atas eksekusi terhadap delapan terpidana mati kasus narkoba di Nusakambangan.
Dalam pernyataan resminya, Ban mengatakan hukuman mati ‘tidak punya tempat pada abad ke-21’ dan mendesak Indonesia untuk membatalkan eksekusi kepada semua terpidana mati.
Desakan itu, menurut Ban, sejalan dengan sikap 117 negara yang menyuarakan moratorium penggunaan hukuman mati dalam Sidang Majelis Umum PBB pada Desember 2014.
“Sekretaris Jenderal mendesak semua negara yang masih menerapkan hukuman mati untuk bergabung dengan gerakan ini dan mendeklarasikan moratorium hukuman mati dan pada akhirnya menghapuskannya,” sebut pernyataan Sekjen PBB Ban Ki-moon.
Sementara, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Ban Ki-moon, mengutarakan penyesalan yang mendalam atas eksekusi terhadap delapan terpidana mati kasus narkoba di Nusakambangan.
Dalam pernyataan resminya, Ban mengatakan hukuman mati ‘tidak punya tempat pada abad ke-21’ dan mendesak Indonesia untuk membatalkan eksekusi kepada semua terpidana mati.
Desakan itu, menurut Ban, sejalan dengan sikap 117 negara yang menyuarakan moratorium penggunaan hukuman mati dalam Sidang Majelis Umum PBB pada Desember 2014.
“Sekretaris Jenderal mendesak semua negara yang masih menerapkan hukuman mati untuk bergabung dengan gerakan ini dan mendeklarasikan moratorium hukuman mati dan pada akhirnya menghapuskannya,” sebut pernyataan Sekjen PBB Ban Ki-moon.
JOIN