DUNIA pendidikan Indonesia kembali diuji. Sebuah kuesioner dinilai tak pantas diberikan kepada siswa. Kuesioner itu dibagikan kepada siswa kelas 1 SMP.
Nurlina kaget bukan kepalang saat menerima kuesioner itu dari anaknya, Muhammad Faziz (12). Kuesioner diberikan pihak sekolah Faziz, SMP Negeri I Sabang, Aceh.
Saat membuka lembaran awal tak ada yang aneh dalam kuesioner itu. Namun, pada lembaran ke-5, Nurlina kaget lantaran ada pertanyaan mengenai ukuran alat kelamin pria maupun perempuan.
"Ada gambar payudara dan alat kelamin pria. Anak diminta lingkari mana yang sesuai dengan miliknya," tutur Nurlina saat berbincang dengan Liputan6.com, Sabtu (7/9/2013).
Menurut Nurlina pertanyaan seperti itu tak etis diberikan kepada siswa yang baru masuk SMP. Karena tak ada hubungan dengan prestasi di sekolah. "Saya keberatan dan saya tak mau isi kuesioner itu," ujarnya.
Nurlina pun mengunggah foto kuesioner tersebut ke akun facebook-nya. "Saya sengaja upload ke dunia maya. Dan akhirnya dinaikkan ke media cetak oleh kawan," ujarnya.
Menolak Disalahkan
Kepala SMPN 1 Sabang menolak disalahkan atas beredarnya kuesioner yang memuat gambar alat kelamin itu. Kuesioner itu, bukan pihak sekolah yang mengeluarkan.
"Itu kuesioner milik dinas kesehatan," kata Kepala SMPN 1 Sabang Syarifah Nur saat dikonfirmasi Liputan6.com dari Jakarta, Jumat (6/9/2013). "Brosur itu milik dinas kesehatan, sudah ada sejak tahun lalu, bukan milik sekolah. Yang bertanggung jawab harusnya dinas kesehatan."
Muncul pro dan kontra dari sejumlah pihak terkait kuesioner itu. Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menyatakan meminta penjelasan terkait dicantumkannya ukuran kelamin siswa dalam uji kesehatan di sebuah SMP di Kota Sabang. Komnas Anak meminta syarat itu dihentikan.
"Jadi itu mulai besok kami akan tulis surat untuk tidak dilanjutkan dan harus ada evaluasi dari Gubernur Aceh," kata Ketua Komnas Anak Arist Merdeka Sirait saat dihubungi Liputan6.
Menurut Arist, kuesioner uji kesehatan yang mencantumkan ukuran payudara dan penis para siswa itu baru diberikan kepada satu SMP di Kota Sabang. Namun, dia mengaku belum tahu apakah kuisioner itu merupakan kebijakan sekolah atau Dinas Pendidikan yang bekerja sama dengan Dinas Kesehatan setempat.
"Belum kami konfirmasi soal itu, tapi tampaknya mereka saling cuci tangan," tutur dia.
Tak Masuk Akal
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang Pornografi dan Napza, Maria Advianti mengatakan, pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner tentang ukuran kelamin sangat tidak masuk akal, jika dikaitkan dengan kesehatan reproduksi.
"Pendidikan pada kesehatan reproduksi pada anak seharusnya lebih kepada pencegahan dari perilaku seksual yang keliru dan mencegah kekerasan seksual," kata Maria.
Anggota Komisi VIII DPR Ingrid Maria Palupi Kansil pun angkat bicara. Dia meminta Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menegur Gubernur Aceh Zaini Abdullah terkait kuesioner yang memuat gambar dan ukuran kelamin siswa itu.
"Menyikapi kejadian pengukuran alat kelamin dan payudara di Aceh, saya mengimbau agar Menteri Dalam Negeri segera menegur secara tertulis Gubernur Aceh. Selanjut diteruskan ke Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan Aceh untuk segera menarik formulir kuesioner ukuran kelamin dan payudara dari sekolah," kata Ingrid.
Kuesioner pengukuran alat kelamin itu bukan hanya menghebohkan wilayah ujung paling barat Indonesia. Kuesioner serupa juga dibagikan kepada siswa di wilayah Sleman, Jawa Tengah.
Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman membantah ditampilkannya gambar-gambar itu merupakan pornografi karena gambar ditampilkan untuk mempermudah siswa menjawab pertanyaan tes kesehatan reproduksi.
Masyarakat diminta tidak resah dengan peredaran kuesioner itu. Karena, selain bersifat rahasia kuesioner itu juga sudah melalui kajian berbagai Kementerian termasuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan juga Kementerian Agama.
Kurang Sosialisasi
Kementerian Kesehatan pun akhirnya angkat bicara mengenai kisruh kuesioner. Direktur Bina Kesehatan Anak Kemenkes, Jane Soepandi, menjelaskan, aturan tersebut masuk dalam buku Pedoman Petunjuk Teknis (juknis) Penjaringan Kesehatan Tingkat Anak Sekolah Lanjutan milik Kementerian Kesehatan. Isian mengenai ukuran alat kelamin tercantum di halaman 42 dan 43.
"Buku ini buatan Kementerian Kesehatan," kata Direktur Bina Kesehatan Anak Kemenkes, Jane Soepandi, di Kementerian Kesehatan, Sabtu (7/9/2013).
Jane menegaskan, buku maupun kuesioner yang beredar tidak memiliki muatan pornografi. "Gambar scientific bukan pornografi dan gambar dari hasil sebuah penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui pubertas dari remaja tersebut," kata Jane.
Alasan pemberlakuan kuesioner itu, lanjut Jane, adalah sebagai langkah preventif bagi siswa agar dapat mengetahui kesehatan dirinya sendiri. Apalagi, siswa SMP itu sudah masuk dalam masa pubertas yang memiliki risiko untuk merokok, minuman beralkkohol, dan seks di luar nikah.
Berdasarkan data Survei Kesehatan RumahTangga (SKRT) tahun 2007 menyebutkan sebayak 24,4 persen remaja yang minum alkohol di bawah 14 tahun dan 29,2 persen 15 sampai 19 tahun.
"Usia tersebut merupakan periode penting untuk anak mengetahui perkembangan reproduksinya," kata Jane.
Prosedur pemeriksaan kesehatan yang dilakukan untuk mengetahui anak tersebut sehat atau mengalami kelainan pubertas. "Dalam penjaringan kesehatan terdapat kuesioner yang tertera gambar terkait pertanyaan reproduksi, hal ini membantu para petugas kesehatan mengarahkan agar siswa punya perilaku yang sehat sepanjang hidupnya," papar Jane.
Menurutnya penjaringan kesehatan ini menjadi wajib dilakukan setiap SMP saat memasuki ajaran baru. Kegiatan ini selain melindungi siswa dari masalah berisiko dan memudahkan para petugas kesehatan mengetahui masalah reproduksi anak.
"Saat hasil kuesioner sudah didapat dan terlihat ada kelainan reproduksi pada anak tersebut maka kemudian dilakukan pemeriksaan fisik lebih lanjut oleh puskesmas," tuturnya.
Rahasia
Kuesioner reproduksi ini dikatakan Jane, sifatnya rahasia dan diisi sendiri oleh siswa dengan pengawasan petugas kesehatan. "Bukan dilakukan guru namun oleh petugas kesehatan untuk melihat level kematangan reproduksi siswa dan mengatasi masalah yang terjadi," paparnya.
Jane mengharapkan setiap sekolah harus melakukan penjaringan ini untuk meningkatkan kesehatan para siswa secara optimal.
Jane mengakui kurangnya sosialisasi menyebabkan kuesioner itu menjadi isu yang kurang mengenakkan. "Namanya penjaringan ini rutin setiap anak masuk setiap tahun ajaran dan ini khusus anak kelas 1 yang baru masuk," ucap dia.
Jane pun meminta kepada masyarakat untuk tidak resah atas munculnya kuesioner tersebut. Kementerian akan mengevaluasi program yang sempat meresahkan masyarakat.
"Oke mari kita evaluasi sekarang ini, meski harusnya guru UKS meneliti lagi, bukan karena anak-anak ribut langsung begini begitu," kata Jane.
Namun demikian, pihak kementerian akan mengevaluasi buku tersebut dengan mengundang instansi terkait seperti akademisi, KPAI, pengamat pendidikan, guru, dan orangtua Siswa.
Dikatakan Jane, memang buku ini baru uji coba di enam daerah, di antaranya Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Aceh, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi.
RAJUT/LIP6 | ATJEHCYBER RELEASE
JOIN