
Selimut misteri yang menutupi kematian Yasser Arafat kian hari semakin terang benderang. Presiden rezim Zionis, Shimon Peres untuk pertama kalinya mengakui peran Israel dalam teror terhadap Yasser Arafat, mantan pemimpin Otorita Ramallah.
Palestina al-Youm melaporkan, Peres dalam pidatonya Jumat (11/1) mengatakan, "Yasser Arafat tidak seharusnya diteror, dan kami menyangka dapat berdamai dan bekerjasama dengannya." Peres menambahkan, tanpa Arafat kondisi saat ini semakin sulit dan rumit.
Pada 12 Oktober 2004, Yasser Arafat dibawa ke Perancis untuk menjalani perawatan medis di sebuah rumah sakit militer di sekitar Paris. Namun bukannya sembuh dari penyakitnya, mantan ketua PLO itu kondisinya justru mendadak kritis dan akhirnya meninggal pada 11 November 2004.
Berbagai riset, termasuk investigasi televisi Aljazeera menunjukkan bahwa Yasser Arafat bukan meninggal secara wajar, namun ia diteror setelah ditemukan bahan beracun plutonium di pakaiannya.
Akhir November tahun lalu, makam mantan pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) itu digali untuk mengidentifikasi penyebab kematiannya yang mencurigakan. Sebuah institut Swiss yang meneliti pakaian bekas Arafat menemukan keberadaan zat polonium-210. Zat yang sama membunuh mata-mata Rusia, Alexander Litvinenko di London tahun 2006.
Telunjuk tudingan publik dunia dalam kasus ini mengarah kepada Israel. Dan Rezim Zionis seperti biasa membantahnya. Pada tahun 2004, Silvan Shalom, menlu Israel kala itu membantah tudingan tersebut dan menyebutnya sebagai "scandalous and false".
Suha Arafat mengajukan petisi pada pengadilan Perancis untuk membuka penyelidikan pembunuhan suaminya, dengan alasan pihak forensik Perancis menghilangkan barang bukti yang diambil dari jenazah Arafat. Setidaknya ada 100 sampel dari jenazah mantan ketua PLO itu, namun dibantah oleh rumah sakit militer Paris.
Istri Arafat mengungkapkan bahwa sejumlah petinggi negara Arab mengetahui aksi teror Israel terhadap suaminya. Menurut Suha, mantan ketua dinas intelejen Mesir, Omar Suleiman pernah meminta pejabat Israel menyerahkan penawar bagi racun yang digunakan terhadap Arafat. Tapi Tel Aviv mengklaim tidak meracuni Arafat.
Kini, pengakuan terbaru yang dikemukakan orang nomor satu Israel membuka tabir kebohongan rezim Zionis. Dan pengakuan tersebut bukan dipengaruhi oleh pernyataan Suha, tapi menunjukkan realitas baru.
Pertama, kondisi rezim Zionis semakin memburuk pasca tewasnya Arafat. Kedua, gerakan muqawama kian hari semakin kuat di tengah eskalasi tekanan Tel Aviv terhadap perlawanan rakyat Palestina. ketiga, teror dan terorisme menjadi alat utama rezim Zionis untuk melanggengkan eksistensi Israel yang semakin pudar.
JOIN