TRENDING TOPIC #PARIS ATTACK #USA vs RUSSIA #MOST VIDEO
Follow

atjehcyber thumbkanan

rental mobil di aceh, rental mobil aceh, jasa rental mobil aceh, sewa mobil di aceh, rental mobil banda aceh, sewa mobil di banda aceh

atjehcyber stick

#TAGatjehcyber Home / / /

Ismuhadi, Sang Panglima yang Terabaikan

Monday, November 28, 2011 12:25 WIB

Dibaca:   kali

atjehcyber, atjeh cyber, atjeh news, atjeh media, atjeh online, atjeh warrior, acehcyber, aceh cyber, aceh warrior, aceh cyber online, atjeh cyber warrior


Sungguh, saya tak bisa melupakan raut muka dan pertanyaan yang lazim dilontarkan Ismuhadi pada setiap yang mengunjunginya. Pertanyaan,”kapan saya akan dibebaskan” kini tak lagi terdengar dari mulutnya. Semoga ini bukan ekspresi isyarat “menyerah” untuk sebuah perjuangan pembebasan hak asasi yang wajib mereka dapatkan.” 
___________________ 

Oleh Reza Fahlevi (*

“Ka hana Merdeka...,
Ureung bek na lee lam penjara...”

Aceh hari ini sibuk dengan hiruk pikuk Pilkada. Seolah tak ada hal lain perlu diurus. Ada yang membahasnya di pojok-pojok warung kopi, ada yang sedang menggalang dukungan dan konsolidasi, ada yang sibuk merespon putusan Mahkamah Konstitusi, ada juga yang sudah mulai lelah. Ada juga yang gertak menggugat dan yang tak mau digugat. Yang pasti, kaum oportunis melihat itu sebagai peluang. Sebab, Pilkada adalah ajang pergantian kekuasaan yang harus didekati personal calon maupun lingkaran calon untuk menjamin keselamatan dompetnya demi keberlansungan hidup si oportunis tersebut lima tahun yang akan datang.

Di level atas, para pemimpin ikut berkomentar. Dari daerah tingkat dua, Menteri terkait, bahkan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pun ikut berkomentar terhadap proses pesta rakyat agenda negara 5 tahunan ini. Setahu saya, negara memberikan kesempatan kepada rakyatnya untuk memilih pemimpin daerah setingkat gubernur, bupati dan walikota. Khusus di Aceh, Pilkada dilaksanakan di 17 kab kota di Aceh dalam waktu tak kurang 50 hari lagi.

Aceh memang unik dan hebat. Di tempat lain, gugat menggugat terjadi tentu sesudah pemilihan, yaitu dengan menggugat hasil pemilihan yang terkategori dalam Penyelesaian Perkara Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) yang biasanya diselesaikan oleh Mahkamah konstitusi berdasarkan kewenangannya (Vide pasal 236 C UU 12/2008).

Lain hal di Aceh. Pemilihan belum berlangsung, tapi KIP sudah berada di posisi pesakitan karena gugatan yang dilayangkan yang justru bukan dari hasil dari pemilihan tapi masih dalam tahapan yang ditetapkan. Ini disebabkan pemerintah daerah baik itu eksekutif dan legislatif serta KIP dan juga pemerintah pusat masih terjadi tolak tarik terhadap aturan main yang harus diikuti oleh para kontestan. Celakanya, mereka belum menemukan politik hukum yang diregulasikan untuk semua kontestan pilkada Aceh agar tidak ada para pihak yang merasa terabaikan.

Memang, prinsip hukum bukan membuat permusuhan, tapi memberi jawaban atas segala asumsi dan pernyataan liar untuk sebuah kebutuhan yang diperlukan, Entahlah, yang pasti proses ini telah memasifkan nama Mahkamah Konstusi di Aceh.

***

Di tengah kondisi seperti itu, tanpa disadari --barangkali juga sengaja dilupakan— Teungku Ismuhadi sudah 11 tahun 2 bulan menjalani hari-hari suram di balik jeruji besi Cipinang, Jakarta. Ia dijatuhi hukuman hukuman seumur hidup karena divonis terlibat dalam kasus pengeboman Bursa Efek Jakarta (BEJ).

Pada 12 November lalu, saya bersama Abang (Teungku Ismuhadi menyebutnya dengan panggilan Presiden ) dan Kakak yang juga orang berpengaruh dalam kancah perpolitikan Aceh, berkunjung ke LAPAS Pemasyarakatan Klas 1 A Cipinang, Jakarta Timur. Ya, apalagi kalau bukan melihat Teungku Ismuhadi, eks Panglima GAM Jabotabek itu. Ditahan sejak 24 September 2000 silam, beliau didakwa terlibat sebagai Panglima Gerakan Aceh Merdeka Wilayah Jabotabek (Vide Vonis Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 277 K/PID/2002 terhadap Irwan dan Ibrahim yang juga ditahan di Cipinang). Mereka dikenakan pasal Undang Undang Darurat No 12 tahun 1951 dengan pidana kurungan seumur hidup.

Pertemuan itu membuat saya tercenung. Ada yang berbeda dari performance Ismuhadi. Lelaki yang biasa dipanggil dengan sebutan Profesor Teungku oleh teman-teman senasib di penjara itu telah berubah. Perubahan yang begitu drastis. Biasanya, ketika menjabat tangan orang yang menjenguknya, ia selalu bertanya,”kapan saya akan dibebaskan?” Saya tak berani bertanya lebih jauh. Pertanyaan itu hanya saya simpan dalam-dalam di lubuk hati.

Ada ribuan orang yang pernah mengunjunginya dalam tahanan. Di antaranya tercatat mantan petinggi Gerakan Aceh Merdeka Teungku Malik Mahmud Al Haytar, Dr Zaini Abdullah, Zakaria Saman, Muzakir Manaf, Abu Razak, Darwis Jeunib hingga level Menteri Hukum Dan HAM RI Kabinet Indonesia Jilid I Hamid Awaluddin. Ada juga nama Juha Cristensen yang terlibat intensif dalam damai Aceh, serta tak ketinggalan nama Wagub Aceh Muhammad Nazar yang menjadikan agenda tahunan untuk berkunjung ke Lapas ini, karena berdasarkan informasi mereka memang telah bersahabat sejak lama.

Saya tak ingin membahas nama-nama pengunjung yang hebat-hebat itu. Saya hanya penasaran, kenapa Ismuhadi belum dibebaskan? Pertanyaan ini sudah terpendam di hati saya sejak 6 tahun lalu. Bukankah ribuan Tapol/Napol lain yang terlibat GAM sudah dibebaskan pasca penandatanganan MoU Helsinki 2005 silam?

Kawan-kawannya banyak yang telah menjadi orang penting di Aceh, baik itu sebagai pengusaha kaya raya maupun pejabat yang sedang menghitung hari karena akan lengser dari jabatannya.

Di satu sisi, setahu saya, sudah ada Keppres No 22 Tahun 2005 untuk legalisasi pembebasannya, dan ada surat rekomendasi dari Ketua DPR Aceh periode 2004-2009 Sayed Zakaria, surat rekomendasi dari Ketua DPR Aceh periode 2009 – 2014 Hasbi Abdullah. Bahkan ada juga Surat Rekomendasi dari Komnas HAM RI.

Di luar itu, aksi-aksi demonstrasi menuntut pembebasannya sudah hampir seratusan kali dilakukan oleh mahasiswa Aceh. Lobi-lobi orang penting pun entah berapa kali sudah dilakukan. Namun, hingga pertemuan kami pada 12 November lalu itu, Teungku Ismuhadi tak kunjung bebas. Tampaknya, perjanjian damai memang tak mampir ke penjara Cipinang, tempat Ismuhadi menjalani hari-hari sunyi.

Saya teringat narit maja Apa Kaoy di Lamno Jaya :

Hai aneuk aceh ban sigoem donya,
Njoe koen narit pilkada,
Tapi haba lon peusampoe sigra
Pike ureung lam glap penjara
Gata ka ta dawa peukara pilkada
Dawa sigra ureung dalam penjara
Meumakna beugeuteupeu le syedara
Ka hana merdeka,
Ureung bek na le dalam penjara,

Terkenang pula nasib Cut Kak Asnani, Maulana Tadasyi dan Cut Nyak Cahya Kemala. Istri dan kedua anak beliau itu sampai detik ini masih terus diimingi dan diombang ambing akan cerita palsu kepulangan sang Professor Tengku. Mereka potret kegamangan dan kebingungan keluarga Tapol/Napol Aceh lainnya, Irwan dan Ibrahim yang masih dirundung ketidakpastian: akankan mereka menunggu kabar suami dan ayah anak-anak mereka keram mati dibalik jeruji penjara? Allahu Akbar, hanya waktu yang bisa menjawab.

Sungguh, saya tak bisa melupakan raut muka dan pertanyaan yang lazim dilontarkan Ismuhadi pada setiap yang mengunjunginya. Pertanyaan,”kapan saya akan dibebaskan” kini tak lagi terdengar dari mulutnya. Semoga ini bukan ekspresi isyarat “menyerah” untuk sebuah perjuangan pembebasan hak asasi yang wajib mereka dapatkan.

Sekali lagi, saya memohon kepada para pemangku kepentingan Aceh di Jakarta dan para pembesar Nanggroe Endatu ini: berjuanglah untuk kebebasan Tapol/Napol Aceh yang tersisa ini seperti kalian berjuang terhadap penyelesaian konflik Aceh agar reda, seperti perjuangan konflik regulasi Pilkada, dan berjuanglah seperti kalian mempertahankan MOU Helsinki dan UUPA karena mereka juga bagian yang wajib diperjuangkan.[]

Baca Selengkapnya : Perjalanan Ismuhadi, Sang Orator ulung yang terkurung di Seberang

***

Penulis adalah mantan aktivis mahasiswa Aceh
AtjehPost.com 28 November 2011.

KOMENTAR
DISCLAIMER: Komentar yang tampil menjadi tanggungjawab sepenuhnya pengirim, bukan merupakan pendapat atau kebijakan redaksi ATJEHCYBER. Redaksi berhak menghapuskan dan atau menutup akses bagi pengirim komentar yang dianggap tidak etis, berisi fitnah, atau diskriminasi suku, agama, ras dan antargolongan.
Artikel Pilihan Pembaca :

mobile=show

Copyright © 2015 ATJEHCYBER — All Rights Reserved