TIDAK banyak orang punya kesempatan merekam kejadian istimewa, seperti bencana alam dan gelombang tsunami 26 Desember lalu. Pada saat terjadi bencana tsunami, Cut Putri, mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, menginap di rumah Komisaris Besar (Alm) Sayed Hoesainy. Rumah berlantai dua itu terletak di Jalan Lam Jame, Banda Aceh, sekitar satu kilometer dari kawasan pantai.
![]() |
Cut Putri |
Rekaman Cut Putri, perempuan berdarah Aceh, perihal detik-detik ketika tsunami 26 Desember 2004 ditayangkan MetroTv dua hari setelah itu tsunami, barulah pada ketika itu media dan juga public tanah air ramai memperbincangkan tentang jurnalisme warga atau lebih di kenal sebagai citizen journalism.
Citizen Journalism (Jurnalisme Warga) atau jurnalisme partisipatip atau jurnalisme jalanan merupakan bentuk jurnalisme di mana warga masyarakat turut berperan serta dalam proses pengumpulan, pelaporan, menganalisis dan menyebarkan berita dan informasi dalam dan melalui berbagai media massa.
Berbagai media tersebut, seperti yang dikategorikan J.D. Lasica, dalam Online Journalism Review (2003) adalah dalam dan melalui :
- Audience participation (seperti komenter user yang diattach pada kisah-kisah berita, blog-blog pribadi, foto, atau video footage yang diambil dari handycam pribadi, atau berita lokal yang ditulis oleh anggota komunitas).
- Situs web berita atau informasi independen (Consumer Reports, Drudge Report). 3) Situs berita partisipatoris murni (OhmyNews).
- Situs media kolaboratif (Slashdot, Kuro5hin).
- Bentuk lain dari media ‘tipis’ (mailing list, newsletter e-mail).
- Situs penyiaran pribadi (situs penyiaran video, seperti KenRadio).
Perkambangan Citizen Journalism bermula pada era 1980-an di Amerika Serikat, ketika munculnya kecenderungan bahwa jurnalisme dan kegiatan peliputan berita dan informasi bukan lagi hanya menjadi tugas para pewarta berita professional, tetapi juga merupakan tindakan dan kegiatan warga masyarakat secara umum dan luas. Seperti gayung bersambut, citizen journalism berkembang ke barbagai belahan dunia termasuk Indonesia, seiring perkembangan media teknologi komunikasi dan informasi.
Namun di Indonesia fenomena citizen journalism baru mulai diperbincangkan pada era 90-an. Seperti dicatat Julian Hutabarat dalam Citizen Journalism: Sebuah Fenomena bahwa munculnya diskusi dan berkembangnya media blog pada era tersebut menjadi indikasi kuat berkembangnya citizen journalism di tanah air. Namun demikian saya melihat bahwa kecenderungan tersebut belum benar-benar populer dan meluas. Tanggapan media massa professional dan apalagi public pun masih rendah.
Baru pada tahun 2004, ketika hasil rekaman Cut Putri perihal detik-detik ketika tsunami 26 Desember 2004 ditayangkan MetroTv dua hari setelah itu (tsunami), barulah pada ketika itu media dan juga public tanah air ramai memperbincangkan tentang citizen journalism. Berbagai media massa tampak tanggap dan mulai menyediakan cela waktu untuk menayangkan dan mempulikasikan berita dan informasi warga. Di media massa elektronik tidak hanya i witness di MetroTv, tetapi juga SCTV dan Anteve yang menyediakan program khusus untuk itu, sementara di media massa surat kabar, Kompas mempopulerkan Kompasiana.
Rekaman Cut Putri, perempuan berdarah Aceh, yang pada ketika tsunami terjadi masih kuliah di Bandung menjadi tonggak sejarah penting perihal perkembangan citizen journalism di tanah Air. Hasil rekamannya tidak hanya menyentakkan kesadaran public tanah air dan dunia perihal dasyatnya peristiwa tsunami Aceh, tetapi juga menyadarkan kita semua bahwa warga masyarakat pun berperan penting dalam menyebarkan berita dan informasi yang penting dan akurat.
Referensi :
- Gatra.com
- krisbheda.wordpress.com
|
JOIN