TRENDING TOPIC #PARIS ATTACK #USA vs RUSSIA #MOST VIDEO
Follow

atjehcyber thumbkanan

rental mobil di aceh, rental mobil aceh, jasa rental mobil aceh, sewa mobil di aceh, rental mobil banda aceh, sewa mobil di banda aceh

atjehcyber stick

Menguak Sejarah Asal Mula Kerajaan Aceh Darussalam

Sunday, December 19, 2010 19:29 WIB

Dibaca:   kali

atjehcyber, atjeh cyber, atjeh news, atjeh media, atjeh online, atjeh warrior, acehcyber, aceh cyber, aceh warrior, aceh cyber online, atjeh cyber warrior
Beberapa sumber menyebutkan tentang asal usul kerajaan Aceh. Snouck Hurgronje mengatakan bahwa kerajaan Aceh merupakan campuran orangArab, Parsi, dan Turki. Sejarawan Melayu menceritakan bahwa kerajaan Aceh dari salah seorang raja dari Campa , yaitu Syah Pu Liang (Ling) yang diusir oleh bangsa Vietnam sekitar 1471. Ia berlindung di Aceh dan membentuk wangsa baru. Sedangkan menurut hikayat Aceh mengisahkan bahwa kerajaan Aceh muncul karena bersatunya dua pemukiman: Meukuta Alam dan Darul Kamal.


Aceh pernah menjadi sebuah negara berbentuk Kerajaan yang sangat kuat yang paling berpengaruh dan sangat gemilang di nusantara di bawah pemerintahanSultan Iskandar Muda (1607-1636). Kendali kerajaan terlaksana dengan lancar disemua pelabuhan penting di pantai Barat Sumatera dan pantaiTimur, sampai ke Asahan di Selatan. Pelayaran penaklukan dilancarkan jauh sampai ke Pahang, di pantai Timur Semenanjung Malaya, dan pedagang asing dipaksa untuk tunduk kepadanya. Kerajaan kaya raya, dan menjadi pusat ilmu pengetahuan yang tiada tara saat itu.
Bendera Kerajaan Aceh Darussalam (Alam Zulfiqar)
A. Pendahuluan

Aceh pernah menjadi surga penelitian, mengingat masa lampaunya yang sangat cemerlang. Valentijn merupakan salah seorang yang sangat menaruh perhatian terhadap sejarah Aceh. Kemudian diikuti oleh William Marsden, yang membawa beberapa naskah Aceh ke Eropa sebagai acuan bukunya, History of Sumatra. Sesudah itu muncul pula beberapa nama penulis Eropa lain, seperti E. Jacquet, Ed. Dulaurier, T. Braddell, J. Anderson, H.C. Millies, dan van Langen. Penelitian ini dilakukan oleh sejarawan mengingat kerajaan Aceh pernah menjadi kerajaan besar di nusantara. Aceh mulai disebut-sebut oleh pedagang dan pengelana asing sejak abad XVI.

Bangsa asing yang sering ke Aceh adalah Portugis, Belanda, Inggris, Italia, Prancis, China, Arab, dan India. Ibu Kota kerajaan Aceh sangat luas, kataNicolaus de Graaff (Belanda), kira-kira 2 mil (15 km2). Mil adalah ukuran yang dipakai di Jerman dan Belanda. Jumlah rumah yang ada di Aceh pada masa itu menurut William Dampier (Inggris) sekitar 7.000 hingga 8.000 unit. Raja Aceh yang terkenal adalah Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Sultan ini juga banyak membangun masjid.

Dampier melaporkan masjid di Aceh berciri khusus, berbeda dengan yang ada di Timur Tengah dan Turki. Pada abad XVII Aceh pernah memiliki seorang ulama besar, Syekh Abdurrauf dari Singkil. Dia menulis sebuah karya agungUmdat al-Muhtajin. Setelah meninggal, dia mendapat nama anumertaTeungku di Kuala atau Teungku Syiah Kuala, karena makamnya terletak dekat Sungai Aceh. Selain Abdurrauf, Aceh juga memiliki Syekh Hamzah Fansury, Syamsuddin As-Sumaterani dan Nuruddin Ar-Raniri.

Beberapa sumber menyebutkan tentang asal usul kerajaan Aceh. Snouck Hurgronje mengatakan bahwa kerajaan Aceh merupakan campuran orangArab, Parsi, dan Turki. Sejarawan Melayu menceritakan bahwa kerajaan Acehdari salah seorang raja dari Campa, yaitu Syah Pu Liang (Ling) yang diusir oleh bangsa Vietnam sekitar 1471. Ia berlindung di Aceh dan membentuk wangsa baru. Sedangkan menurut hikayat Aceh mengisahkan bahwa kerajaan Aceh muncul karena bersatunya dua permukiman: Meukuta Alam dan Darul Kamal. Sumber lain menyebutkan bahwa pendiri kerajaan Aceh adalah Ali Mughayat Syah.


B. Asal Mula Kerajaan Aceh

Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang kapan asal mula muncul istilah kerajaan Aceh Darussalam. Anas Machmud, seperti dinukilkan Badri Yatim, berpendapat bahwa kerajaan Aceh Darussalam berdiri pada abad ke-15 M, di atas puing-puing kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah (1465-1497 M). Dia yang membangun kota Darussalam. Menurutnya, pada masa pemerintahanMuzaffar Aceh Darussalam mulai mengalami kemajuan dalam bidang perdagangan, karena saudagar-saudagar Muslim yang sebelumnya berdagang dengan Malaka memindahkan kegiatan mereka ke Aceh, setelah Malaka dikuasai Protugis (1511 M).

Sebagai akibat penaklukan Malaka oleh Portugis tersebut, jalan dagang yang sebelumnya dari laut Jawa ke Utara melalui selat Karimataterus ke Malaka, pindah melalui selat Sunda dan menyusur pantai BaratSumatera, terus ke Aceh. Berbeda pendapat dengan Anas Machmud, H.J. de Graaf mengatakan kerajaan Aceh Darussalam merupakan penyatuan dari dua kerajaan kecil, yaitu kerajaan Lamuri dan Atjeh Darul Kamal, sedang Sultannya Ali Mughayat Syah.

Ali Mughayat Syah, menurut Graaf, telah melakukan ekspansi wilayah kekuasaan meliputi Pidie yang bekerja sama denga protugis, kemudian ke Pasaipada tahun 1524 M. Dengan kemenangan terhadap kedua kerajaan tersebut,Aceh dengan mudah melakukan ekspansi wilayah kekuasaannya ke Sumatera Timur. Untuk mengatur daerah sumatera Timur, sultan Aceh mengirim panglima-panglima, salah seorang di antaranya adalah Gocah pahlawan yang menurunkan Sultan Deli dan Serdang. Namun yang membesarkan nama kerajaan Aceh Darussalam menurut versi ini bukanlah sultan Ali Mughayat Syah tetapi Sultan Alauddin Riayat Syah yang bergelar al-Qahar. Dalam menghadapi bala tentara Portugis, ia menjalin hubungan persahabatan dengan kerajaan Usmani di Turki dan Kerajaan-Kerajaan Islam yang lain di Nusantara.

Adanya kesamaan versi sejarah asal mula kerajaan Aceh Darussalam yang ditulis oleh Badri Yatim dengan Edi S. Ekadjati. Menurut Edi S. Ekadjatikerajaan Aceh Darussalam merupakan kelanjutan dari kerajaan Lamuri. Pada abad XV Masehi peranan kerajaan Lamuri hilang dari panggung sejarah. Bekas kerajaan Lamuri terpecah atas beberapa negeri yang masing-masing berdiri sendiri. Negeri-negeri itu ialah Darul Kamal, Meukuta Alam, Aceh(Darussalam), Darul Dunia, Pedir dan Daya. Di antara negeri-negeri tersebut sering terjadi pertentangan politik dan bentrokan senjata. Namun pada permulaan abad XVI Masehi di Aceh muncul seorang tokoh kuat yang dapat mempersatukan kembali wilayah kerajaan Lamuri, yaitu Ali Mughayat Syah, putera Sultan Syamsu Syah dari Aceh

Sultan Ali Mughayat Syah inilah yang dapat dianggap sebagai sultan yang pertama dari kerajaan Aceh dan pendiri kekuasaan Aceh sesungguhnya, serta ia pulalah yang meletakkan dasar yang kuat bagi perkembangan kerajaan Atjeh selanjutnya.

Keberhasilannya tersebut tidak terlepas dari bantuan adiknya Raja Ibrahim. Tanggal yang pasti kapan Sultan Ali Mughayat Syah naik tahta tidak diketahui, tetapi nisan makamnya ditemukan dengan tanggal wafat tujuh Agustus 1530.

Perlawanan Terhadap Armada Portugis di Selat Malaka

Meskipun tidak diketahui secara pasti kapan Sultan Ali Mughayat Syah naik tahta, tetapi kenaikan sultan itu hampir bersamaan dengan kedatangan orang-orang Portugis di sekitar Selat Malaka. Pada tahun 1511 Malaka diduduki Portugis dan mereka berusaha memblokir seluruh lalu lintas internasional di Selat itu. Kondisi ini mendorong Ali Mughayat Syah mengambil alih kekuasaan dari ayahnya Sultan Syamsu Syah dan bersama-sama dengan adiknya Raja Ibrahim mengatur sebuah program pemerintahan yang langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

Mempersatukan kerajaan-kerajaan kecil di Aceh Besar yang akan dijadikan inti kerajaan Aceh yang kuat dan merdeka yang selanjutnya akan diperluas dengan daerah-daerah di tepi Selat Malaka. Mengusir bangsa Portugis dari daerah-daerah sepanjang Selat Malakadan selanjutnya merebut Malaka dari tangan Portugis agar kekuasaan tunggal atas lalu lintas internasional di Selat Malaka berada sepenuhnya ditangan kerajaan Aceh. Untuk mengeimbangi semangat menjajah Portugis yang menyala-nyala maka di kalangan rakyat Aceh dibangun dan dibangkitkan semangatjihad dengan menggalakkan pengajaran agama Islam dikalangan rakyat.

Program-program tersebut berhasil dilaksanakan tanpa cacat sebagaimana yang terdapat pada sumber-sumber Portugis yang menyebut kemenangan-kemenangannya; Ali Mughayaat Syah telah berhasil menaklukkan Deli, Daya, lalu Pedir dan Pasai (1524); pada bulan Mei 1521 ia mengalahkan armada Portugis yang dipimpin oleh Jorge de Brito di laut lepas; pertempuran itu yang pertama dalam perang yang bakal berlangsung selama bangsa Portugis berada di Malaka, yaitu 120 tahun.

Selama masa pemerintahannya, Sultan Ali Mughayat Syah berdaya upaya untuk meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan negaranya. Keutuhan wilayah Aceh tetap dipertahankan. Berulang kali armada Portugis yang akan mengacaukan perairan Aceh dipukul mundur. Ketertiban dan keamanan masyarakat terus dipupuk dan hubungan dagang secara langsung dengan negeri-negeri Arab diadakan.

Akan tetapi, amat disayangkan bahwa dasar-dasar pembangunan negara tersebut tidak dapat dilanjutkan oleh anaknya Sultan Salah ad-Din yang menggantikannya. Dalam hikayat Aceh diceritakan bahwa Salah ad-Din seorang raja yang tidak menghiraukan pemerintahan, dia hanya memikirkan kesenangan pribadi. Urusan pemerintahan dia serahkkan kepada pembantunya. Kelemahan tersebut diketahui oleh Alauddin Riayat Syah, anak bungsu Ali Mughayat Syah, sehingga mendorong dia untuk mengambil alih kekuasaan dari tanganSalah ad-Din (Salahuddin).

Sultan Alauddin al-Qahhar bergelar resmi 'Ala ad-Din Ri'ayat Syah al-Kahhar adalah Sultan Aceh ketiga yang memerintah dari tahun 1537 atau sekitar tahun 1539. Beliau menggantikan saudaranya Sultan Salahuddin pada tahun 1537 atau 1539 pada kudeta kerajaan. Dalam tradisi Aceh, ia juga dikenang sebagai penguasa yang memisahkan masyarakat Aceh ke grup administratif (Kaum atau Sukee).
Sultan Alauddin Riayat Syah

Pada saat naik tahta, Sultan Alauddin Al-Qahhar nampak menyadari kebutuhan Aceh untuk meminta bantuan militer kepada Turki. Bukan hanya untuk mengusir Portugis di Malaka, namun juga untuk melakukan futuhat ke wilayah-wilayah lain, khususnya daerah pedalaman Sumatera, seperti daerahBatak pada tahun 1539. Dalam penyerbuan itu, ia menggunakan pasukanTurki, Arab, dan Abbesinia.

Pasukan Turki berjumlah 160 orang ditambah 200 orang tentara dariMalabar membentuk kelompok elit angkatan bersenjata Aceh. Mendez Pinto, yang mengamati perang antara pasukan Aceh dengan Batak melaporkan kembalinya armada Aceh di bawah komando orang Turki bernama Hamid Khan, keponakan Pasha di Kairo,Mesir.

Ia juga menyerang Kerajaan Aru, tetapi dilawan oleh pasukan KesultananJohor. Tahun 1547, secara pribadi ia terlibat dalam serangan yang gagal ke Kesultanan Malaka. Setelah kejadian ini, Aceh berubah menjadi negara yang damai selama 10 tahun pada dekade 1550-an.

Akan tetapi, pada tahun 1564 atau 1565, ia menyerang Johor dan membawa Sultannya, Alauddin Riayat Shah II dari Johor, ke Aceh dan ia-pun dihukum mati, kemudian menobatkan Muzaffar II dari Johor di tahta Kesultanan Johor.Aceh kemudian mengambil kekuasan atas Aru dari Kesultanan Johor.
Sultan Iskandar Muda
Puncak kegemilangan Kesultanan Aceh berada di tangan Maharaja Sultan Iskandar Muda (1606 – 1636). Dia tidak hanya mampu menyusun dan menetapkan berbagai konsep qanun(undang-undang dan peraturan) yang adil dan universal, tetapi juga telah mampu melaksanakan secara adil dan universal pula. Sultan Iskandar Muda adalah Raja yang memperhatikan Agama dalam kepemimpinan, pada zaman beliau telah melaksanakan usaha Dakwah mengikuti cara kerja Baginda Rasullah SAW.

Terbukti masuknya islam kejawa di dakwahkan oleh Auliya Aceh dan masih banyak Negara yang telah dimasuki usaha dakwah pada masa kerajaan Sultan Iskandar Muda. Sebagai seorang yang masih sangat muda menduduki tahta kerajaan (usia 18-19 tahun), kesuksesanSultan Iskandar Muda sebagai penguasa Kerajaan Aceh Darussalamtelah mendapat pengakuan bukan hanya dari rakyatnya, tetapi dari musuh-musuhnya dan bangsa asing di seluruh dunia.

Sultan Iskandar Muda telah berhasil menyatukan seluruh wilayah semenanjung tanah Melayu di bawah panji kebesaran Kerajaan Aceh Darussalam. Dia juga telah berhasil menjalin hubungan diplomasi perdagangan dengan berbagai bangsa Asing, Pada masa pemerintahan beliau, Kerajaan Aceh Darussalam benar-benar menjadi salah satu pusat ilmu pengetahuan dantamaddun di Asia Tenggara yang paling banyak dikunjungi oleh para kaum pelajar dari seluruh dunia.

Selama lebih kurang 30 tahun masa pemerintahannya, yaitu (1606 – 1636 M) dia telah berhasil membawa Kerajaan Aceh Darussalam ke atas puncak kejayaannya, hingga mencapai peringkat kelima di antara Lima Kerajaan Islam Terbesar di Dunia.

C. Kesimpulan

Aceh merupakan pernah menjadi sebuah Negara yang berbentuk kerajaan dan mempunyai pengaruh besar di nusantara dan Asia Tenggara. Puncak kemegahan dan kejayaannya terlihat pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Ada beberapa hal yang membuat kerajaan Acehterkenal dan selalu menjadi bahan penelitian selama berabad-abad, di antaranya sistem kepemimpinan yang adil, struktur pemerintahan yangrapi, dan adanya kombinasi antara adat dan Hukum Islam yang kuat.

==================================================================

Berikut adalah Silsilah Sultan dan Sultanah Yang Pernah Berkuasa Di Kesultanan Aceh Darussalam :

1496-1528 - Sultan Ali Mughayat Syah.
1528-1537 - Sultan Salahuddin.
1537-1568 - Sultan Ala’al-Din al-Qahhar.
1568-1575 - Sultan Husein Ali Riayat Syah.
1575 - Sultan Muda
1575-1576 - Sultan Sri Alam.
1576-1577 - Sultan Zain al-Abidin.
1577-1589 - Sultan Ala’ al-Din Mansur Syah
1589-1596 - Sultan Buyong
1596-1604 - Sultan Ala’ al-Din Riayat Syah Sayyid al-Mukammil.
1604-1607 - Sultan Ali Riayat Syah
1607-1636 - Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam.
1636-1641 - Sultan Iskandar Thani Ala’ al-Din Mughayat Syah.
1641-1675 - Sultanah Ratu Safi al-Din Taj al-Alam (Safiatuddin)
1675-1678 - Sultanah Ratu Naqi al-Din Nur al-Alam
1678-1688 - Sultanah Ratu Zaqi al-Din Inayat Syah
1688-1699 - Sultanah Ratu Kamalat Syah Zinat al-Din
1699-1702 - Sultan Badr al-Alam Syarif Hashim Jamal al-Din
1702-1703 - Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui
1703-1726 - Sultan Jamal al-Alam Badr al-Munir
1726 - Sultan Jauhar al-Alam Amin al-Din
1726-1727 - Sultan Syams al-Alam
1727-1735 - Sultan Ala’ al-Din Ahmad Syah
1735-1760 - Sultan Ala’ al-Din Johan Syah
1750-1781 - Sultan Mahmud Syah
1764-1785 - Sultan Badr al-Din
1775-1781 - Sultan Sulaiman Syah
1781-1795 - Sultan Alauddin Muhammad Daud Syah
1795-1815 dan 1818-1824 - Sultan Ala’ al-Din Jauhar al-Alam
1815-1818 - Sultan Syarif Saif al-Alam
1824-1838 - Sultan Muhammad Syah
1838-1857 - Sultan Sulaiman Syah
1857-1870 - Sultan Mansur Syah
1870-1874 - Sultan Mahmud Syah
1874-1903 - Sultan Muhammad Daud Syah


Pengepungan Armada Portugis Oleh Armada Kerajaan Aceh Darussalam

Pelabuhan Bandar Aceh Darussalam

Pasukan Bergajah Kerajaan Aceh
KOMENTAR
DISCLAIMER: Komentar yang tampil menjadi tanggungjawab sepenuhnya pengirim, bukan merupakan pendapat atau kebijakan redaksi ATJEHCYBER. Redaksi berhak menghapuskan dan atau menutup akses bagi pengirim komentar yang dianggap tidak etis, berisi fitnah, atau diskriminasi suku, agama, ras dan antargolongan.
Artikel Pilihan Pembaca :

mobile=show

Copyright © 2015 ATJEHCYBER — All Rights Reserved