Adalah ACEH, propinsi terbarat di Republik ini, berpenduduk sekitar 4,5 juta jiwa lebih. Jika anda ke propinsi bekas pusat negara terbesar di Asia Tenggara bernama Kerajaan Aceh Darussalam ini, Anda akan menemukan warung kopi berbaris sepanjang jalan, dari jalan raya protokol negara hingga jalan gampong-gampong, bahkan ke pelosok juga akan anda temukan walaupun hanya satu saja. Sudah tak dapat dihitung atau kalkulasi alias banyak sekali. Ada apa dengan warung kopi di Aceh …??
![]() |
Salah satu Warung Kopi di Banda Aceh |
Jadi, Apabila diantara para sobat ada yang mengklaim bahwa penduduk Aceh yang mengunjungi warung kopi adalah orang-orang yang malas, maka itu adalah sebuah pernyataan yang “mengacau” atau mereka yang tidak mengerti akan budaya orang Aceh, karena pernyataan seperti itu bertentangan dengan tujuan orang Aceh berwarung kopi.
Keadaan bangunan warung kopi dan fasilitasnya sendiri di Aceh tergantung tempat bangunan tersebut berada. Bila warung kopi berada di gampong yang berduduknya kebanyakan berpenghasilan rendah, maka warung kopi itu pun akan sangat sederhana, Namun kalo keadaan penduduk gampong di sekitar warung kopi berpenghasilan tinggi, seperti di Kota Besar, maka warung kopi pun eksklusif sebanding dengan penduduk di lingkungannya. Mari ke warung kopi – warung kopi di Aceh, lihat, temukan serta dengar ada apa di sana.
Keadaan bangunan warung kopi dan fasilitasnya sendiri di Aceh tergantung tempat bangunan tersebut berada. Bila warung kopi berada di gampong yang berduduknya kebanyakan berpenghasilan rendah, maka warung kopi itu pun akan sangat sederhana, Namun kalo keadaan penduduk gampong di sekitar warung kopi berpenghasilan tinggi, seperti di Kota Besar, maka warung kopi pun eksklusif sebanding dengan penduduk di lingkungannya. Mari ke warung kopi – warung kopi di Aceh, lihat, temukan serta dengar ada apa di sana.
Sepanjang sejarah, di warung kopi di Aceh selalu menyediakan media informasi. Dimulai dari surat kabat harian atau mingguan bahkan bulanan, media elektronik, seperti radio dan televisi yang bisa didapatkan pemilik warung kopi tersebut. Ini dilakukan untuk menarik minat pengunjung karena orang membutuhkan informasi dan “ngopi” sambil menunggu giliran baca kabar dari media cetak, atau bagi yang tidak membaca menunggu diceritakan oleh yang membacanya. Setelah mengantongi sejumlah informasi, maka mereka akan bergelut kegiatan kesehariannya masing-masing.
Warung kopi di Aceh tidak hanya dikunjungi oleh para bapak-bapak atau yang yang telah berusia saja, namun juga para remaja yang masih berstatus pelajar dan mahasiswa serta eksekutif muda pun kini menjadikan warung kopi sebagai tempat singgah, sebab warung kopi saat ini tidak lagi dianggap tempat santainya kaum bapak-bapak di perkampungan.
Pasca Tsunami 2004, Budaya berwarung kopi khususnya Banda Aceh kian hari kian berubah, Dikarenakan oleh para pekerja “bulee” dari negara luar negeri yang ke Aceh ikut minum dan berleha-leha di warung kopi, mereka anggap seperti café di negara mereka sendiri. Bahkan kini, etnis yang datang sejak masa silam seperti etnis Tionghoa dan tidak membaur diri dengan penduduk Aceh asli, kini pun ikut meramaikan duduk dan minum di warung kopi.

Sepanjang budaya Aceh, warung kopi adalah tempat mencetuskan segala hal-hal kecil dan besar, dan sekaligus tempat mengambil keputusan. Warung kopi di Aceh telah menjadi tempat terpenting dalam menentukan perubahan suasana politik, perekonomian, dan semacamnya bahkan sampai bergosip pun ada di sana. Dan jikalau anda berkunjung ke Aceh jangan sampai lupa mampir ke Warung kopi ulee kareng, walau hanya sekedar minum kopi yang sudah sangat terkenal cita rasa khasnya. Memang keberadaan warung kopi menjadi begitu Agung di dalam masyarakat Aceh, maka tidak ironis memang …, jika banyak orang menjuluki ‘Negeri Sejuta Warung Kopi’ mereka tabalkan untuk Aceh.
|
JOIN