TRENDING TOPIC #PARIS ATTACK #USA vs RUSSIA #MOST VIDEO
Follow

atjehcyber thumbkanan

rental mobil di aceh, rental mobil aceh, jasa rental mobil aceh, sewa mobil di aceh, rental mobil banda aceh, sewa mobil di banda aceh

atjehcyber stick

Tidak Ada lagi Istilah N.A.D !!

Friday, April 29, 2011 20:44 WIB

Dibaca:   kali

atjehcyber, atjeh cyber, atjeh news, atjeh media, atjeh online, atjeh warrior, acehcyber, aceh cyber, aceh warrior, aceh cyber online, atjeh cyber warrior
Nilai historis juga kebanggaan orang Aceh. Jika kita diperdengarkan Bumi Iskandar Muda (nama nan indah), satu julukan yang membuat ‘ujub’ Ureung Aceh jika tak pandai mensyukurinya, hati kita akan girang kepalang dengan kadar masing-masing. Sebab sedikit saja warga luar Aceh yang tak kenal dengan keperkasaan dan keadilan Sultan Iskandar Muda itu. Begitulah dengan julukan Aceh lainnya.


Nilai kepahlawanan, bagi orang Aceh itu mahal. Sebagian besar kita mungkin akan bangga jika dijuluki sang pahlawan, atau nenek kakek kita itu pahlawan. LabelAceh Daerah Modal (nama nan indah), satu pujian yang kalau kita tak syukuri akan meninggikan hati kita, membuat dua belah bahu warga kita sedikit naik. Juga dua daun telinga ini terasa meninggi, jika terdengar Jakarta memuji kita dengan lakap itu. Mei, saban tahun, Indonesia merenungi hari kebangkitan nasional.

Jelas nama itu penting. “Ada nama saja sudah begini hancur, bagaimana kalau tidak ada nama,” tanya seorang ulama Aceh dalam sebuah seminar dulu, tentang nama Daerah Istimewa Aceh (nama nan indah), sebuah nama yang bisa melambungkan jiwa ini ke alam khayal, jika kita terlena.

Jika anak merantau, satu pesan bapak kita adalah, “Jaga nama Ayah ya Nak!” Artinya anak wajib memilih jalan rantauan yang betul: bukan maling, pencopet, preman jahat, penipu, pelacur, germo, dan lain-lain. Memang harkat dan martabat orang Aceh, siapa yang jaga kalau bukan elit dan rakyat Aceh? Jika harkat diri ini kita injak, atau kita pancing pihak luar ke sini lalu menginjak harkat martabat kita, di sinilah salah satu benang kemelut itu.


Kenyangkah perut orang-orang lapar dengan hanya berganti nama? Mungkin segelintir akan riang gembira dengan sebutan manis yang tergonta-ganti itu. Tapi selebihnya belum tentu. Dengan nama yang terkesan indah itu, Korban konflik, apakah akan bisa tersenyum dengan nama indah, jika haknya belum kita tunaikan?


Nama Aceh ditarik-ulur dalam kesempatan penyusunan draf UU baru ini. Sebagian masyarakat Aceh memang dari semula tak senang dengan nama NAD (Nanggroe Aceh Darussalam) untuk Tanah Rencong (nama nan indah) ini. Mungkin tak ada pengaruh signifikan bagi sosio, kultural, politik, atau psikologis orang Aceh. Label “Darussalam’—nama salah satu surga—yang idealnya bermakna kawasan yang damai, aman, sejahtera, sentosa, dan selamat, hanya harapan dan bayangan yang kadang juga semu.


Sedangkan kenyataannya seringkali tak seindah nama ini. Tak seindah warna asli. Yang ada mungkin mengaburkan identitas saja, misalnya orang luar dan generasi mendatang, supaya efisien akan mengeja nama NAD, bukan Aceh, untukSerambi Mekkah (nama nan indah). Mereka akan lupa nama ‘Aceh’.


Tgk Arbi dari Selangor Malaysia menulis komentar tentang ini, “Kalau ini dibiarkan, penyebutan nama ‘Aceh’ akan hilang perlahan-lahan di dunia ini. Walaupun dalam NAD sendiri ada nama Aceh, tapi orang sering menyebutnya dengan singkatan NAD.” Selebihnya ada juga bahkan yang ingin mengembalikan ke ejaan lama yang historik, bukan Aceh tapi Atjeh (Ejaan lama).





Dulu juga kita pernah ‘dikelabui’ dengan nama Daerah Istimewa Aceh. Kenyataannya tak jauh berbeda, tidak begitu istimewa daripada provinsi lain, seperti yang ditoreh di atas Lembaran Negara itu. “Ureueng Aceh senang dengan nama-nama yang indah, sebab katanya nama itu do‘a.” Apa dengan nama itu bisa memakmurkan orang Aceh?”. Semoga, Tak sekadar pajangan untuk menghibur masyarakat Aceh. Tetapi yang penting adalah jangan sampai ada lagi nama NAD, ia harus diubah menjadi Pemerintahan Aceh. Ini sesuai dengan MoU yang ditandatangani di Helsinki.


Maka, Kini tidak ada lagi istilah NAD di Aceh, Sekali ACEH tetap nama ACEH. Di sini, kembali juga soal perubahan nama dari tingkat provinsi hingga ke gampong. Gara-gara nama, kita memohon, jangan sampai akan menghambat urusan Aceh dengan dunia luar.

KOMENTAR
DISCLAIMER: Komentar yang tampil menjadi tanggungjawab sepenuhnya pengirim, bukan merupakan pendapat atau kebijakan redaksi ATJEHCYBER. Redaksi berhak menghapuskan dan atau menutup akses bagi pengirim komentar yang dianggap tidak etis, berisi fitnah, atau diskriminasi suku, agama, ras dan antargolongan.
Artikel Pilihan Pembaca :

mobile=show

Copyright © 2015 ATJEHCYBER — All Rights Reserved