Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah secara tegas menyatakan tidak akan melakukan praktik bagi-bagi kursi. Perkataan ini dia sampaikan ketika bertarung dalam pemilihan presiden (pilpres) 2014.
Dia bahkan sempat menyindir Prabowo Subianto yang secara terbuka akan membagi kursi menteri kepada partai pendukung koalisinya. Dia beralasan jika melakukan tindakan yang sama, dipastikan kemenangan berada di kubunya.
Tetapi, perkataan itu ternyata kini berbalik. Setelah resmi menjabat sebagai Presiden RI, Jokowi ternyata juga melakukan praktik bagi-bagi kursi.
Bagi-bagi Kekuasaan
Penunjukan Luhut Binsar Panjaitan sebagai Kepala Staf Kepresidenan menuai kritik. Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti menilai kebijakan itu bagian dari praktik bagi-bagi kekuasaan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Saya pikir masih politik bagi-bagi Pak Jokowi. Kita tahu bahwa Luhut Panjaitan garda terdepan dari tim pemenangan Jokowi yang tidak mendapatkan porsi di kabinet Jokowi,” tutur Ray, Jumat (2/1/2015).
Menurut Ray, adanya jabatan Kepala Staf Kepresidenan terkesan untuk memberikan tempat kepada Luhut dalam pemerintahan Jokowi-JK.
Sebelumnya, Luhut adalah Anggota Dewan Penasihat Tim Transisi Jokowi-JK pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014.
Ray mengatakan, penunjukan Luhut juga memperlihatkan Jokowi mencari posisi untuk orang-orang yang ikut memenangkannya pada pilpres lalu.
“Kalau kalkulasinya pragmatisme, ini win-win solution. Luhut tidak duduk di kabinet, tetapi dia juga tidak mendapatkan apa-apa. Nah, jabatan inilah yang paling mungkin diberikan kepada dia,” kata Ray.
Jenderal TNI (Purn) Luhut Pandjaitan memiliki peran besar dalam pemenangan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi). Dia tercatat sebagai Dewan Pengarah Tim Sukses Jokowi-JK.
Atas perannya tersebut, Jokowi memberikan posisi yang sangat strategis. Pada Rabu (31/12), Jokowi melantik Luhut menjadi Kepala Staf Kepresidenan. (*mdk/sindo)
JOIN