“SETELAH peperangan besar dengan Belanda yang dimulai tahun 1873 dan selesai tahun 1937, tidak ada satu pemimpin Atjèh pun yang hidup, karena semua memilih syahid dalam peperangan daripada hidup menjadi budak Belanda. Teladan ini yang diberikan untuk kita sebagai cucunya, adalah suatu kemutlakan yang tidak bisa dibantah dan tidak perlu menunggu jawaban dari kita...”
Begitulah antara lain penggalan kalimat pada bagian kata pengantar buku “Aceh di Mata Dunia” yang ditulis Teungku Hasan Muhammad di Tiro, tokoh kunci Gerakan Aceh Merdeka yang meninggal pada 3 Juni 2010. Kini, karya fenomenal Hasan Tiro kembali diangkat ke permukaan untuk mengenang kembali jejak dan pemikiran briliannya dalam sejarah pergolakan politik di Aceh.
Di antara banyak buku yang ditulis Hasan Tiro, “Aceh di Mata Dunia” adalah salah satu karya yang masih sedikit diketahui orang, karena ditulis sang proklamator GAM itu dalam bahasa Aceh dengan judul; “Aceh Bak Mata Donya”
***
Bandar Publishing yang bergerak dalam bidang penerbitan dan penelitian di Banda Aceh, kembali menerbitkan karya fundamental, Hasan Tiro. Buku yang diterbitkan berjudul Aceh Di Mata Dunia. Penerbitan buku ini mengambil spirit Perdamain Helsinki 15 Agustus 2013 dan spirit Kemardekaan 17 Agustus 2013.
“Ini karya Hasan Tiro naskah aslinya dalam bahasa Aceh. Edisi dalam bahasa Aceh telah terbit tahun 1968 di New York, Amerika Serikat. Dan belum pernah di terjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Hasan Tiro dalam menulis bukunya terlihat membawa spirit identitas (perdamaain). Karya ini ditulis jauh sebelum Hasan Tiro mendeklarasikan GAM 4 Desember 1976” Ujar penerjemah buku ini, Haikal Afifa.
Menurut Haikal Afifa, proses penerbitan dan penerjemahan buku ini sudah mendapat restu dari salah satu ahli waris. “Kami tidak sembarang menerbitkan dan menerjemahkan karya original dari Hasan Tiro, kami ketahui Hasan Tiro masih memiliki keluarga baik di Aceh maupun di eropa. Makanya kita mendapat mandat dari salah satu kelaurganya yang kini menetap di eropa, Musanna Tiro”, tambahnya.
Hasan Tiro, menuru Haikal Afifa dalam buku Aceh Di Mata Dunia mulai menulis kata pengantar dengan sejumlah pertanyaan. “Hasan Tiro mulai menulis dengan kalimat Bagaimana seorang Aceh melihat diri sendiri sebagai Aceh? Inilah sebuah pertanyaan besar untuk bangsa Aceh sekarang yang harus kita pahami. Jawaban pertanyaan ini sangat menentukan nasib Aceh, nasib generasi selanjutnya dan nasib Aceh di mata dunia” Begitu paragraf pertama Hasan Tiro memulainya.
Kemudian paragraf terakhir pada pengantar awal bukunya, Hasan Tiro menulis;
“Dengan mengetahui seperti apa ”Atjèh di Mata Donja” dan seperti apa bangsa-bangsa lain di seluruh dunia melihat bangsa Aceh, maka pengetahuan ini menjadi satu solusi bagi kita generasi Aceh kini untuk melihat dan memandang dirinya sebagai sebuah bangsa yang mulia sehingga tahu bagaimana mencapai hidup mulia dan mati terhormat dalam mempertahankan harga diri bangsa. Begitu juga, Aceh bisa membangun kembali apa yang sudah hancur dan mengembalikan kembali apa yang sudah hilang”
Haikal menambahkan bahwa buku ini lahir dari spirit kebersamaan dan gotong ronyong dalam proses penerjemahan dan percetakannya. “Saya sebagai penerjemah di bantu oleh Murizal Hamzah, Mukhlisuddin Ilyas, team Bandar Publishing, Teku Rawa, Abdul Halim (Ayah Papua), Keluarga Besar Teuku Yanuarsyah dan lainnya” ujar Haikal.
Sebelumnya, pada tahun 2010. Bandar Publishing juga telah menerbitkan buku Hasan Tiro; The Unfinished Story. Sebuah buku yang di tulis oleh 44 orang dalam beragam perspektif dan diluncurkan secara sederhana pada hari 44 kematian Hasan Tiro.
“Kedua buku Hasan Tiro dan karya-karya Aceh yang ditulis oleh penulis Aceh lainnya hasil terbitan Bandar Publishing. Tersedia di sejumlah toko buku di Banda Aceh” Tutup Manager Bandar Buku, M Ikhwanuddin, SE.
JOIN